Wednesday, January 30, 2013

PUPIL DAN KELAINANNYA

PENDAHULUAN

Ukuran pupil tergantung beberapa faktor antara lain umur, tingkat kesadaran, kuatnya penyinaran, dan tingkat akomodasi. Perubahan diameter pupil dipengaruhi oleh aktifitas jaras eferen serabut simpatis dan parasimpatis.
Fungsi saraf simpatik adalah dilatasi pupil dengan efek yang kurang bermakna pada otot siliaris sedangkan fungsi saraf parasimpatik untuk miosis pupil dengan efek terhadap kontraksi M.siliaris serta efek akomodasi. Jadi dianeter pupil ditentukan oleh aksi antagonistik antara M.sfingter pupiliae dan M.dilator pupiliae. Otot kedua ini peranannya kecil.

ANATOMI JARAS PUPIL


Reaksi pupil terhadap cahaya kemungkinan berasal dari jaras yang sama


dengan jaras rangsang cahaya yang ditangkap oleh sel kerucut dan batang, yang


mengakibatkan sinyal visual ke korteks oksipital. Jaras eferen pupilomotor


ditransmisikan melalui N.Optikus dan melalui hemidekusatio di chiasma.


Kemudian jaras pupilomotor mengikuti jaras visuosensorik melalui traktus


optikus dankeluar sebelum mencapai korpus genikulatum lateral, kemudian


masuk batang otak melalui brachium dari colliculus superior. Jaras/neuron aferen


tersebut kemudian membentuk sinaps dengan Nc. Pretektal yang kemudian


menuju Nc Edinger Westphal melalui neuron inter kalasi ipsilateral (berjalan ke


arah ventral di dalam substansia kelabu peri akuaduktus) dan kontralateral (di


bagian dorsal akuaduktus, didalam komissura posterior). Kemudian jaras


pupilomotor (neuron eferen parasimpatomimetik) masing-masing keluar dari Nc


Edinger Westphal menuju ganglion siliaris ipsilateral dan bersinaps di sini,


kemudian neuron post-ganglioner (N.silaris brevis) menuju M sfingter pupillae






Jaras Parasimpatetik


Jaras eferen pupil keluar dari otak tengah bersama dengan N.III. Jaras


eferen pupil di basis otak terletak pada permukaan superior N.III yang dapat


tertekan oleh aneurisma antara A Komunikans posterior dan A Kartis interna atau


pada kejadian herniasi unkus. Ketika N.III berjalan ke depan melalui rongga


subarakhnoid danmasuk dinding lateral sinus kavernosus, jaras pupil, kemudian


berjalan ke bawah sekeliling luar saraf diantara bagian anterior sinus kavernosus


dan posterior orbita kumpulan jaras terbagi dua dimana jaras pupilomotor akan


memasuki divisi inferior, lalu mengikuti cabang saraf untuk M obliqus inferior dan akhirnya mencapai ganglion siliaris. Setelah bersinaps disini, serabut post


ganglioner (N siliaris brevis) kemudian menuju M sfingter pupillae






Jaras Simpatetik


Serabut ini memiliki:


o Neuron 1 atau preganglioner. Neuron ini berasal dari posterior hipotalamus

kemudian turun tanpa menyilang danbersinaps secara multiple di otak tengah

dan pons, danberakhir di kolumna intermediolateral C8-T2 yang juga disebut

ciliospinal centre of badge

o Neuron kedua berupa serabut-serabut preganglioner yang keluar dari medula

spinalis. Sebagian besar jaras pupilomotor mengikuti radiks ventral torakal 1,

sedangkan serabut sudomotor wajah terutama mengikuti radiks ventra T2-4.

Jaras tersebut memasuki rantai simpatetik servikal (ganglion stelata) untuk

kemudian bersinaps di ganglion servikal superior yang terletak dekat dasar

tengkorak

o Neuron ketiga merupakan serabut post ganglioner yang berjalan ke atas

bersama-sama A karotis komunis memasuki rongga kranium. Serabut untuk

vasomotor orbita, kelenjar likrimal, pupil dan otot Mulleri mengikuti A karotis

interna, sedangkan serabut sudomotor dan piloereksi wajah mengikuti A

karotis eksterna dan cabang-cabangnya. Pada sinus kavernosus jaras

pupilomotor tersebut meninggalkan A.karotis interna dan bergabung dengan

jaras ophthalmik N.trigeminal dan memasuki orbita melalui fissura orbitalis

superior. Kadang-kadang berjalan bersama N.VI dahulu sebelum bergabung

dengan N.Trigeminal dan kemudian mencapai badan siliaris yang

mengakibatkan dilatasi iris melalui N.nasosiliaris dan N.siliaris longus.

Sedangkan serabut vasomotor orbita, M.mulleri dankelenjar lakrimalis

mengikuti A.oftalmika. Morissa dan kawan-kawan (1984) mengemukakan

bahwa keringat wajah sesisi tidak seluruhnya diurus oleh serabut yang

mengikuti A.karotis eksterna tetapi sebagian wajah yaitu bagian medial dahi

dan hidung diurus oleh serabut yang mengikuti A.karotis interna.






Akomodasi


Pada penglihatan jarak dekat akan terjadi akomodasi lensa (cembung),


konvergensi dan mosis. Jalannya jaras akomodasi seperti jaras cahaya dan


sampai pula ke korteks visual. Kaburnya bayangan pada retina yang dirasakan


oleh korteks oksipital menimbulkan usaha korektif melalui traktes oksipito tektal,


pada mesensefalon, bagian rostral inti Edinger Westphal berfungsi untuk


akomodasi






KELAINAN PUPIL


Pemeriksaan gangguan jaras aferen pupil


Penyinaran terhadap salah satu mata pada orang normal akan menyebabkan


kedia pupil berkonstriksi. Reaksi pupil pada mata yang disinari secara langsung


disebut respon direk/langsung sedangkan reaksi pupil pada mata sebelahnya


disebut respon konsnsual. Hal tersebut diatas terjadi karena adanya


hemidekusatio pada jaras pupilomotor di chiasma dan batang otak Penyinaran dengan sinar yang redup pada salah satu mata pada orang normal


akan menyebabkan kedua pupil berkontriksi. Sinar yang lebih terang akan


menyebabkan kontraksi yang lebih kuat. Bila setelah menyinari satu mata, sinar


secara cepat dipindahkan ke mata satunya, respon yang terjadi adalah kontriksi


kedua pupil diikuti redilatasi. Bila sinar dipindahkan ke sisi yang satu, reaksi yang


sama juga terjadi.


Gangguan pada N.optikus dapat mengakibatkan gangguan relatif jaras eferen


pupil (pupil Marcus Gunn). Tes yang digunakan dinamakan tes penyinaran secara


alternat (swinging test), dimana bila mata yang sehat disinari cahaya kedua pupil


akan berkontraksi, kemudian re-dilatasi perlahan. Bila cahaya dipindahkan ke


mata yang sakit, konstraksi kedua pupil berkurang atau tidak ada re-dilatasi


yang lebih lama dapat terjadi.






Yang dapat menyebabkan gangguan relatif jaras eferen pupil: penyakit


N.optikus unilateral atau bilateral dimana terkenanya kedua saraf tidak sama


beratnya, penyakit retina, ambliopia, gangguan traktus optikus bila


menyebabkan gangguan lapang pandang yang satu lebih berat dari yang lain






3.1 Epilepsi pada otak tengah


N.III dapat terkena demikian juga jaras pupilomotor yang terkena adalah


jaras dimana N.okulomotor keluar dari batang otak. Pupil menjadi kurang


bereaksi terhadap cahaya dan akomodasi,terdapat gangguan bola mata,


ptosis danukuran pupil cenderung mid-dilatasi






3.2 Gangguan pada jaras eferen pupilomotor


Jaras eferen yang terkena adalah antara fraktus optikus danNc.Edinger


Westphal. Ada 3 sindroma yang penting, yaitu:






3.2.1 Pupil Argyll Robertson, terjadi pada pasien dengan sifilis tertier yang


mengenai susunan saraf pusat.


Gejala:


o Pupil besar, sering ireguler


o Tidak bereaksi terhadap cahaya tetapi bereaksi terhadap


akomodasi


o Sering disertai iris atrofi


Pemeriksaan tambahan Fluorescent Treponemal Antibody Absorbtion


Test (FTA-ABS).






3.2.2 Sindroma Parinaud’s dorsal midbrain. Kelainan terletak pada jaras eferen


pupilomotor di pretektal setelah meninggalkan traktus optikus>


Gejala:


o Diameter pupil besar


o Reaksi cahaya kurang baik tetapi respon akomodasi baik


o Hipgaze paralisis, convergence retraction nystagmus, skew


deviation hd retraction


Etiologi tumor pineal, stroke, multiple sklerosis, hidrosefalus






3.2.3 Gangguan jaras eferen pupil pretektal


Lesi pretektal sering u nilateral atau bilateral tetapi satu sisi lebih terkena


dari yang lain. Kelainan respons pupil seperti lesi pada traktus optikus






3.3 Lesi pada saraf parasimpatetik 3.3.1 Kelumpuhan N.okulomotor bersamaan dengan saraf parasimpatetik.


Gejala gangguan pupil (pupil midralis, reflek cahaya terganggu) disertai


ptosis dan terbatasnya gerakan bola mata. Bila kelumpuhan sempurna,


ukuran pupil tergantung sepenuhnya stimulan simpatik


Etiologi hernia unkus, meningitis basalis






3.3.2 Midriasis oleh sebab trauma


Trauma dapat merusak m.sfinneger pupillae dan midriasis, pada awalnya


dapat terjadi miosis. Sering terjadi bersamaan dengan trauma kapitis,


sehingga sering salah diagnosa sebagai herniasi otak.






3.3.3 Midrialis farmakologik


Gejala pupil dilatasi dan gangguan reaksi terhadap cahaya dan


akomodasi.


Dengan pemberian Pilocarpine 0,5% -1%, konstriksi pupil minimal,


sedang pada parese N.III dan Pupil tenik dengan pemberian pilocarpine


terjadi konstriksi pupil.


3.3.4 Pupil tonik (Adie’s sindroma)


Terjadi respon cahaya yang terganggu dan respons akomodasi yang


normal dandilatasi yang lambat setelah akomodasi. Terjadi 70% pada


wanita, unilateral pada 80% kasus, 4% kasus dapat menjadi bilateral.


Pada stadium awal pupil dilatasi dansangat reaktif. Pada slit lamp dapat


terlihat beberapa segmen sfineter berkonstriksi, dengan refiksasi pada


penglihatan jauh dan redilatasi pupil yang lambat. Anisokor dapat terlihat


pada respon akomodasi, dimana pupil yang tonik, setelah upaya


akomodasi, fokus ulang terhadap penglihatan jauh dapat terhambat.


Dapat terjadi fotofobi, reflek KPR/APR yang menurun, reflek tendon dalam


terganggu.


Pupil tonik sangat sensitif terhadap parasimpatomimetik topikal


(methacholie 2,5%, pilocarpine). Konstriksi pupil lebih hebat pada pupil


tonik dibandingkan mata normal dan dapat mengakibatkan nyeri karena


spasme M.siliaris


Pada pemeriksaan ganglion siliaris terdapat pengurangan jumlah sel


ganglion.


Etiologi tidak diketahui. Beberapa kondisi yang menyebabkan pupil tonik


antara lain, herpes zooster, varicella arteri, tis tempotralis, sifilis.






3.4 Lesi pada sistem simpatetik


Lesi sepanjang jaras simpatetik dapat menyebabkan Horner’s


syndrome (ptosis,miosis, anhidrosisi wajah ipsilateral, enophthalmus)


Pemeriksaan:


o Anisokor terutama dengan pencahayaan yang redup danpl yang terkena


gagak berdilatas (dilatattion lag). Anisokor biasanya maksimal setelah 5


detik pencahayaan


o Reaksi cahaya dan akomodasi normal


Etiologi : o Preganglioner Horner’s syndrome disebabkan lesi susunan saraf pusat


(disertai dengan anhidrosis tubuh sesisi). Bila lesi di neuron kedua anhidrosis


pada sebelah wajah, tumor apeks paru (Pancoast tumor), aneurisma arteri


thorakalis, trauma bleksus brakhialis


o Post ganglioner Horner’s syndrome. Terjadi pada susunan saraf pusat


(anhidrosis tidak ada atau terbatas didahi), cluster headache, diseksi spontan


A.karotis, Reader’s paratrigeminal syndrome (biasa pada pria setengah baya


dengan Horner’s syndrome, nyeri kepala bukan tipe cluster dan tidak


ditemukan kelainan patologi)


Letak lesi penyebab sindroma Horner perlu ditentukan, sebab lesi


distal terhadap gangion servikal superior biasanya 98% jinak, sedangkan lesi


proksimal terhadapnya 50% ganas. Pada arak yang sering terjadi adalah


congenital horner’s syndrome yang sering disebabkan karena trauma lahir, atau


adanya nerutoblastoma yang tumbuh pada jaras simpatetik. Pada lesi yang


kongenital dapat terjadi dengan heterochromia iris.


Diagnosa:


o Dengan topikal cocaine 4-10%, pada mata normal terjadi dilatasi sedangkan


pada Herner’s syndrome dilatasi sangat berkurang. Cocaine mebiokir re-


uptakenor-epineparine yang dilepaskan oleh neuron simpatik ketiga. Lesi jaras simpatik menyebabkan berkurangnya epinephrine yang dilepaskan oleh neuron sehingga pupil sisi tersebut tidak akan berdilatasio Paredrin 1% (Hidoksi amfetamin ) untuk menentukan loaksi lesi. Efek paredrine melepaskan nor-epinephrine dari terminal pre-sinaptik. Pada lesi post ganglioner, saraf terminal mengalami degenerasi sehingga terjadi gangguan dilatasi papil pada pemberian paredrin, sedangkan pada lesi preganglion, jaras post ganglion masih intak sehingga paredrin mengakibatkan dilatasi pupil.

PENDEKATAN TERHADAP PASIEN DENGAN PUPIL ANISOKOR

Dalam mengevaluasi pupil anisokor, langkah pertama adalah menentukan penyebab pupil anisokor dengan pemeriksaan mata yang lengkap. Pemeriksaan termasuk adanya ptosis atau keterbatasan gerakan bola mata. Evaluasi pasien dengan pupil anisokor dapat dilakukan dengan mudah. Perlu pula diingat terdapat persentasi individu yang memiliki perbedaan ukuran pupil. Hal ini bisa terjadi pada orang tua dan disebut Pupil aniskor yang sederhana (simple anisocoria). Biasanya perbedaan pupil tidak lebih dari 1 mm dan dapat bervariasi dari hari ke hari. Pupil anisokor lebih jelas pada cahaya redup dibandingkan cahaya terang tidak ada dilatation lag, dan dengan pemberian cocaine terdapat dilatasi yang normal.

DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Ophthalmology, neuro ophthalmology, basic and clinical science course, 1994-1995, 5:130-144 
Braziz PW., Maedeu JC. The localization off lession in oculomotor system, inlocalization in the clinical neurology. 
London : Little Brown, 1990: 144 Burde, RM. Et al. Aniscocoria and abnormal pupilary light reactions, in clinicaldecisions in neuroophthalmology, Mosby, 1985: 221-245 
Glaser Joel S. The pupil and accomodation, in neuroophthalmology, Maryland ; Herper & Row, 1978:35, 36, 174-179