Bila anda perlu Skripsi Tinjauan Yuridis terhadap Penerapan Sanksi Pidana Penjara dan Denda dalam Kasus Pemerkosaan Anak ini maka anda perlu like
sebelum membacanya atau mencopynya. karna ini kepentingan dari admin,
yang dapat melihat bahwa sudah banyak yang telah membaca makalah ini.
silahkan liat di samping kanan post ini. Atau Klik like di atas atau Disini
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bagian yang tidak terpisahkan dan hukum
pidana adalah masalah pidana dan pemidanaan. Sifat pidana merupakan
suatu penderitaan. Pidana yang dijatuhkan bagi mereka yang dianggap
bersalah merupakan sifat derita yang harus dijalani, meskipun demikian
sanksi pidana bukan semata-mata bertujuan untuk memberikan efek derita.
Pelaksanaan pidana penjara di lembaga
pemasyarakatan didasarkan atas prinsip-prinsip sistem pemasyarakatan
dengan tujuan agar menjadi warga yang baik dan berguna. Warga binaan
dalam sistem pemasyarakatan mempunyai hak-hak asasi untuk memperoleh
pembinaan rohani dan jasmani serta dijamin untuk menjalankan ibadahnya,
berhubungan dengan pihak luar baik keluarganya maupun pihak lain,
memperoleh informasi baik melalui media cetak maupun elektronik,
memperoleh pendidikan yang layak dan sebagainya.
Hak-hak ini seharusnya diperoleh secara
otomatis tanpa dengan syarat atau kriteria tertentu, walaupun seseorang
dalam kondisi yang di pidana penjara. Agar hak narapidana ini dapat
terselenggara dengan baik maka sistem penjara yang nota benenya adalah
pembalasan terhadap pelaku tindak pidana harus diubah ke sistem
pemasyarakatan yang bertujuan untuk. memulihkan narapidana dengan tetap
berorientasi kepada kesatuan hak asasi antara individu dan masyarakat.
Pidana penjara bervariasi dan penjara
sementara minimal 1 hari sampai pidana penjara seumur hidup. Pidana
penjara seumur hidup hanya tercantum dimana ada ancaman pidana mati.
Jadi, pada umumnya pidana penjara maksimum ialah 15 tahun.
Ditinjau dan segi filosofis, maka
terdapat hal-hal yang saling bertentangan terhadap tujuan dan perampasan
kemerdekaan (penjara), yang antara lain sebagai berikut: (1) Bahwa
tujuan penjara yang pertama adalah menjamin keamanan para narapidana,
dan tujuan yang kedua adalah memberikan kesempatan kepada narapidana
untuk rehabilitasi. (2) Bahwa fungsi penjara tersebut seringkali
mengakibatkan dehumanisasi pelaku tindak pidana dan pada akhirnya akan
menimbulkan suatu kerugian bagi narapidana tersebut untuk melanjutkan
kehidupan secara produktif didalam pergaulan masyarakat.
Oleh sebab itu di era reformasi ini,
penjara diusahakan menjadi suatu lembaga dengan pendekatan manusiawi,
namun sifat aslinya sebagai lembaga yang harus melakukan tindak
pengamanan, pengendalian, narapidana tidak dapat ditinggalkan begitu
saja.
Pada masa sekarang ini maksud dijatuhkan
pidana perampasan kemerdekaan adalah bahwa dengan pidana itu dapat
dilakukan pembinaan sedemikian rupa sehingga setelah terpidana selesai
menjalani pidananya diharapkan menjadi orang yang Iebih baik dari
sebelumnya. Namun, dalam kenyataannya makin lama pidana penjara
dijalani, maka kecenderungan untuk menjadi narapidana secara sempurna,
memiliki kecenderungan untuk melakukan tindak pidana Iebih lanjut
setelah dia keluar dan penjara.
Hal lain yang dapat memperburuk keadaan
pidana perampasan kemerdekaan jangka pendek adalah panjang dan Iamanya
waktu dari mulai tahap penyidikan untuk sampai kepada putusan hakim.
Seringkali antara masa tahanan yang dijalani oleh terpidana dengan
Iamanya pidana yang dijatuhkan oleh hakim tidak terpaut lama, bahkan
tidak jarang pula begitu putusan dijatuhkan terpidana sudah harus keluar
dari lembaga atau tempat bersangkutan ditahan.
Dengan demikian sampai saat ini
keberadaan pidana perampasan kemerdekaan tetap ada atau sulit dihindari,
meskipun kerugian-kerugian yang melekat padanya. Pada masa mendatang
pidana perampasan kemerdekaan tetap merupakan pendukung dan sistem
peradilan pidana. Yang penting adalah seberapa jauh penggunaan pidana
perampasan kemerdekaan dapat dibatasi sehingga dapat keserasian,
keselarasan dan keseimbangan penggunaannya dengan pidana non
kemerdekaan.
Penjatuhan pidana bukan semata-mata
sebagai pembalasan dendam. Yang paling penting adalah pemberian
bimbingan dan pengayoman. Pengayoman sekaligus kepada masyarakat dan
kepada terpidana tersendiri agar menjadi masyarakat yang baik.
Demikianlah konsepsi baru fungsi pemidanaan yang bukan lagi sebagai
penjeraan belaka, namun juga sebagai upaya rehabilitas dan reintegrasi
sosial. Konsepsi itu di Indonesia disebut pemasyarakatan.
Pidana perampasan kemerdekaan yang
dianggap menderitakan menimbulkan suatu alternatif bentuk pidana, yaitu
berupa pidana denda. Pidana denda ini mengutamakan keserasian antara
kewajiban yang ditimbulkan oleh suatu tindak pidana dengan besarnya
denda yang harus dibayar oleh terpidana dengan mempertimbangkan minimum
maupun maksimum pidana denda yang diancamkan terhadap suatu tindak
pidana. Namun kecenderungan seperti ini belum maksimal dilakukan.
Disamping itu, sikap hakim terhadap penilaian terhadap ancaman denda
cenderung digunakan hanya untuk tindak pidana yang ringan dan pidana
penjara atau kurungan tetap merupakan yang utama. Sekalipun diadakan
usaha-usaha pembaruan dan perbaikan untuk mengurangi berlakunya pidana
perampasan kemerdekaan namun suatu kenyataan bahwa pidana perampasan
akan melekat kerugian-kerugian yang kadangkala sulit untuk dihindari dan
diatasi, bilamana ditinjau dari segi tujuan yang hendak dicapai.
Suatu tindak pidana hanya akan diancamkan
dengan pidana denda apabila dinilai tidak perlu diancam dengan pidana
penjara, atau bobotnya dinilai kurang dan satu tahun. Akan tetapi bukan
berarti bahwa pidana penjara atau pidana kurungan di bawah satu tahun
tidak dapat dijatuhkan sama sekali. Karena menurut ketentuan-ketentuan
dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Baru, dalam hal tindak
pidana yang tidak diancam dengan minimum khusus maka hakim masih memilih
kebebasan untuk menjatuhkan pidana penjara atau pidana kurungan jangka
pendek. Demikian juga untuk denda yang tidak dibayar, harus ganti dengan
pidana penjara.
Pidana denda yang apabila dihubungkan
dengan tujuan pemidanaan, lebih diutamakan dalam delik-delik terhadap
harta benda. Sehingga harus dicari keserasian antara kerugian yang
ditimbulkan oleh suatu tindak pidana dengan besarnya pidana denda yang
harus dibayar oleh terpidana. Oleh karena itu harus dipertimbangkan
dengan seksama, minimum maupun rnaksimum pidana denda yang diancamkan
terhadap suatu tindak pidana.
Dalam era globalisai yang ditandai dengan
semakin tingginya kemampuan manusia dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi maka bukan hanya menimbulkan dampak positif
tetapi juga menimbulkan dampak negatif yang antara lain berupa semakin
canggih dan berkembangnya kejahatan baik dari segi kuantitas maupun dari
segi kualitas dan semakin menglobal. Peristiwa kejahatan tersebut di
Indonesia korbannya bukan hanya ditujukan kepada orang dewasa tetapi
anak juga rawan menjadi korban kejahatan.
Pada hakikatnya anak tidak dapat
melindungi diri sendiri dari berbagai macam tindakan yang menimbulkan
kerugian mental, fisik, sosial dalam berbagai bidang kehidupan dan
penghidupan. Anak harus dibantu oleh orang lain dalam melindungi
dirinya, mengingat situasi dan kondisinya dan perlu mendapat
perlindungan dari kesalahan penerapan peraturan perundang-undangan yang
diberlakukan pada dirinya,yang menimbulkan kerugian mental, fisik, dan
sosial. Perlindungan anak dalam hal ini disebut perlindungan hukum
yuridis (legal protection).
Kasus pemerkosaan terhadap anak merupakan
bagian dan kesusilaan yang diatur dalam KUHPidana dan Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Sebagai contoh kasus yang
menjadi momok bagi masyarakat dan memasuki tahap yang memperhatinkan,
karena setiap harinya kasus pemerkosaan yang melibatkan anak sebagai
korbannya sering kita dapatkan dan kita saksikan diberbagai media massa,
baik dimajalah, koran, maupun stasiun-stasiun televisi swasta yang kini
marak menyajikan berita-berita seputar dunia kriminal.Banyak kasus
pemerkosaan yang menimpa anak sebagai korbannya yang terjadi tidak hanya
di Iingkungan sekolah, Iingkungan rumah (bertetangga), tempat-tempat
yang memungkinkan seseorang untuk melakukan perbuatan amoral, bahkan
dapat terjadi di lingkungan keIuar.
Hal terpenting yang perlu diperhatikan
dalam kasus pemerkosaan adalah “pembuktian”. Dalam pasal 184 (1)KUHAP
menyatakan alat bukti yang sah adalah keterangan saksi, keterangan ahli,
surat ,petunjuk dan keterangan terdakwa. Untuk menentukan seseorang
dapat dijatuhi hukum pidana sekurang-kurangnya terdapat dua alat bukti
yang sah (pasal 183 KUHAP). Khusus terhadap kasus pemerkosaan, dengan
adanya ketentuan pasal 183 KUHAP ini maka semakin sulit saja seseorang
korban untuk menuntut pelakunya. Karena sangat jarang ada saksi yang
mengetahui adanya perkosaan kecuali perkosaan tersebut tertangkap basah
atau pelaku itu lebih dan satu orang. Begitu juga dengan pengakuan
pelaku, seorang pelaku perkosaan jarang yang mengakui perbuataannya.
Kalaupun pelaku mengakui perbuatannya tetapi kalau bukti yang lain tidak
ada maka pelaku belum dapat dikenakan hukuman.
Kekurangan yang lain dapat dilihat dari
kasus-kasus pemerkosaaan adalah ancaman hukuman yang dikenakan kepada
pelaku apabila pelaku terbukti melakukan kesalahan. KUHP hanya mengenal
ancaman hukuman maksimal namun tidak mengenal ancaman hukuman minimal.
Seperti kasus-kasus pemerkosaan yang sampai diperiksa ditingkat
pengadilan, pernah ditemui seorang pelaku perkosaan dihukum satu tahun
delapan bulan penjara. Hukuman yang dijalani oleh seorang pelaku
sebenarnya tidak sebanding dengan derita yang dialami korban seumur
hidup. Belum lagi adanya anggapan dari masyarakat bahwa korbanlah yang
memancing pelaku untuk melakukan perkosaan tersebut. Ketiadaan ancaman
hukuman minimal membuat pelaku-pelaku lain tidak merasa takut untuk
melakukannya.
Berangkat dari uraian di atas, mendorong
keingintahuan penulis untuk mengkaji Iebih jauh tentang pidana
bersyarat, sehingga penulis memilih judul “ Tinjauan Yuridis
Terhadap Penerapan Pidana Penjara Dan Denda Dalam Kasus Pemerkosaan Anak
(Studi Kasus Putusan: No. 83/ Pid.B / 2010 / PN.Makassar) “.
Tulisan di atas berbentuk makalah, anda dapat mendownloadnya dengan mengklik nama di bawah ini, namun sebelum itu anda dapat like facebook kami sebelum mendownload. Filenya. makasih sebelumnya.
Tulisan di atas berbentuk makalah, anda dapat mendownloadnya dengan mengklik nama di bawah ini, namun sebelum itu anda dapat like facebook kami sebelum mendownload. Filenya. makasih sebelumnya.