Perdagangan ekspor dan impor memegang peranan sangat penting dalam kehidupan bisnis di Indonesia, tidak saja ditinjau dan segi lalu lintas devisa melainkan juga atas sumbangannya kepada pendapatan nasional. Pemerintah telah berusaha keras untuk mendorong laju perdagangan ekspor produk non migas.
Sebagaimana di dalam Pilar Negosiasi WTO di Bidang Pertanian :
1. Bantuan Domestik
Isu penurunan subsidi negara maju dan pengurangan de minimis, yaitu dana yang dapat digunakan suatu negara 10 persen dan total nilai produksi pertanian untuk di aIokasikan membangun sektor pertanian.
2. Kompetisi Ekspor
Isu penghapusan subsidi ekspor dan elemen-elemennya dan negara maju, seperti kredit ekspor, asuransi dan garansi ekspor dan negara maju untuk memasarkan produk pertanian ke negara berkembang Berbagai macam fasilitas dan kemudahan ekspor telah diberikan, antara lain penurunan suku bunga kredit ekspor, pelunakan kewajiban para eksportir untuk menjual hasil devisa ekspor mereka ke Bank Indonesia, penyediaan fasilitas asuransi ekspor. Pemerintah juga telah mendirikan Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN), sebuah badan pemerintah dibawah naungan Departemen Perdagangan. Badan ini bertindak sebagai jembatan yang bilamana diperlukan dapat menghubungkan para ekportlr nasional dengan importir luar negeri. Dengan semakin majunya ekonomi suatu Negara, maka semakin banyak kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan untuk kepuasan hidup masyarakat. Barang kebutuhan itu belum tentu dapat dihasilkan oleh Negara itu sendiri dan harus dibeli dan Negara lain. Negara-negara berkembang menghasilkan bahan baku, sehingga masing-masing pihak saling membutuhkan. Akhirnya mereka saling terikat dalam suatu perdagangan barang karena faktor kebutuhan dan terjalinlah hubungan-hubungan antara pengusaha yang satu dengan pengusaha dan Negara yang berbeda. Akan tetapi kegiatan ekspor-impor jangan merugikan masyarakat luas, seperti halnya kasus Inkud yang mengimpor 60.000 ton beras, namun hanya membayar bea masuk 700 ton, pada tahun 2003 dengan jelas memperlihatkan penyimpangan impor beras. Impor beras selalu menjadi isu sensitif . Perubahan rezim dan juga perubahan bentuk usaha menjadi perusahaan umum tidak dengan sendirinya mengubah citra Perum Bulog.
B. MASALAH POKOK
Berdasarkan pendahuluan yang telah di kembangkan maka yang menjadi masalah pokok dalam makalah ini adalah :
Ketentuan – ketentuan export – impor
Perjanjian – perjanjian jual beli International.
Unsur – unsur jual beli international.
Hukum Perjanjian Jual beli International.
C. PEMBAHASAN
Kasus kapal beras yang terakhir bermula dan data yang dikeluarkan otoritas Pelabuhan Saigon, Vietnam, pada pertengahan November. Dan daftar yang dikeluarkan, diketahui ada tiga kapal yang disebutkan bertujuan Filipina dengan mengangkut beras berkualitas patahan 25 persen. Akan tetapi, hal ini dibantah Perum Bulog, ketiga kapal ini bertujuan Ciwandan, Indonesia, bukan Filipina. Kualitas beras patahan 15 persen, bukan 25 persen. Demikian juga mengenal tidak adanya ekspor Urea dalam kebutuhan tahun 2006 diatas kemampuan produksi, total kebutuhan pupuk Urea untuk pertanian, perkebunan, dan industri didalam negeri pada tahun 2006 mencapai 5,49 juta ton, sedangkan produksi hanya mencapai 5,47 juta ton. Dengan demikian, tidak ada lagi jatah untuk ekspor pupuk Urea pada tahun 2006. Penyelenggaraan kegiatan ekspor-impor itu adalah sebagai akibat kontrak-kontrak internasional dalam bidang perdagangan, kontrak-kontrak itu terjadi antara dua subjek ekonomi yang bertempat tinggal dalam Negara-negara berlainan.
Negara Indonesia sebagai suatu Negara yang berkembang dan sebagai Negara produsen dan barang komoditi non migas ingin berperan aktif dan berpartisipasi dalam kehidupan ekonomi dunia berusaha agar dapat meningkatkan produksi dan sejalan dengan peningkatan produksi mi perlu ditingkatkan perdagangan dalam negeri dan luar negeri antara lain menyempurnakan sistem pemasaran sistem tata niaga yang ada.
Sebagaimana diperkirakan pada ekspor usaha Kecil Menengah akan naik pada tahun 2006 dan 19,2 persen menjadi Rp. 130,36 trilyun dibandingkan pada tahun 2005, sebesar Rp. 109,363 trilyun. “Kenaikan ini diperkirakan terjadi mulai semester kedua tahun 2006 karena perekonomian Indonesia lebih stabil dan daya bell masyarakat meningkat, kata Deputi Bidang Pemasaran dan Jaringan Usaha ( Deputi IV) Kementerian Negara Koperasi dan UKM Hasan Jauhari, Senin (2/1) di Jakarta. Demikian pula Departemen Perindustrian mengusulkan agar kebijakan yang mengizinkan impor mesin dan peralatan mesin bekas yang berakhir 31 Desember 2005 tetap diperpanjang. Alasannya, barang modal bekas masih dibutuhkan, terutama industri rekonstruksi yang terlanjur tumbuh. Demikian diutarakan Dirjen Industri Logam Mesin Tekstil dan Aneka Ansari Bukhari di Jakarta, Senin. Dia mengatakan, daftar barang yang tidak boleh diimpor ditambah, bukan melarang sama sekali impor mesin dan peralatan bekas.
Beberapa barang memang belum diproduksi didalam negeri dan dibutuhkan oleh industri rekondisi yang sudah terlanjur tumbuh dengan tenaga kerja yang banyak tetap boleh diimpor. Apabila pemerintah mengeluarkan kebijakan secara drastis dengan menutup Impor mesin dan peralatan bekas, akan berdampak negatif, ujar Ansari.
1. Ketentuan Impor
Perusahaan
Rekondisi Perusahaan Pemakai Langsung Modal Bukan
Baru
Adalah perusahaan yang bergerak dibidang usaha jasa pemulihan, perbaikan, dan pemeliharaan barang modal bukan baru Adalah perusahaan industri, perusahaan jasa transportasi pariwisata, perikanan, perkebunan, pengusahaan hutan, pertambangan atau perusahaan konstruksi Adalah barang modal yang masih Iayak dipakai atau untuk direkondisi guna di fungsikan kembali dan bukan skrap.
Berpartisipasinya Indonesia dalam perdagangan internasional dapat dibuktikan dengan ikut sertanya Indonesia dalam General Agreement on Tariff and Trade (GATT). Adapun pengaturan lain berupa konvensi tentang Jual Bell Internasional tahun 1955,1964, dan 1980, membuktikan bahwa kegiatan perdagangan internasional diatur secara menyeluruh baik dan segi perjanjiannya (konvensi) maupun tata niaganya (GATT).
Akibat dan keanekaragaman sistem hukum dagang Negara-negara didunia, maka diupayakan unifikasi dan kodifikasi daripada kaedah-kaedah/norma-norma Hukum Dagang Internasional agar terciptanya penyeragaman pelaksanaan daripada kegiatan perdagangan internasional, khususnya mengenai jual beli internasional.
Peranan lembaga-lembaga Bangsa-Bangsa maupun badan-badan yang berada dibawahnya seperti, United Nations Commission on International Trade Law (UNCITRAL), Asian African Legal Consultative Committee (A.A.LC.C.) dan International Chamber of Commerce (ICC) sangat besar dalam rangka menciptakan kerangka pengaturan Hukum Internasional dalam bidang jual-beli.
Perdagangan Internasional terjadi karena bertemunya subyek-subyek hukum yang bertempat tinggal di Negara – negara yang berlainan dan telah mengadakan hubungan perdagangan, misalnya dalam jual bell. Dalam perdagangan Internasional pihak penjual lazimnya disebut eksportir dan pihak pembeli disebut importer.
Hubungan perdagangan itu telah terjadi, jika baik penjual maupun pembeli telah mencapai kesepakatan dalam transaksi jual beli. Lazimnya kalau kesepakatan telah tercapai oleh kedua belah pihak, maka perdagangan luar negeri itu telah dapat dilaksanakan.
Secara prinsip karena adanya kebebasan dalam mengadakan perjanjian (freedom of making contract), maka para pihak bebas untuk menentukan syarat-syarat yang mereka kehendaki, misalnya tentang penentuan harga, bagaimana syarat pembayaran harus dilakukan, siapa yang akan melaksanakan pembayaran, syarat apa yang digunakan dalam penyerahan barang dan dimana barang tersebut diserahkan. Karena dalam perdagangan internasional tersebut baik penjual maupun pembeli bertempat tinggal dinegara yang berlainan dan masing-masing mempunyai sistem hukum yang berbeda, maka kemungkinan timbul kesulitan untuk menafsirkan suatu ketentuan tentang suatu hal/syarat yang dicantumkan dalam perjanjian itu.
2. PERJANJIAN JUAL BELI INTERNASIONAL
Pengertian perjanjian jual bell internasional Iebih luas dibandingkan dengan perjanjian jual beli domestik. Unsur pembedanya terletak pada kata “Internasional”, dimana S. Gautama menyatakan bahwa “Apabila terdapat suatu unsur asing dalam suatu perjanjian yang bersifat internasional, maka unsur asing atau foreign element inilah yang menyebabkan suatu perjanjian menjadi suatu perjanjian internasional”.
3. Adapun defenisi daripada perjanjian jual beli
E.W. Chance dalam “Principal of Marcantile Law “A contract of sale is a contract whereby the seller transfer of agrees to transfer the property in goods to the buyer for a money consideration called the price, so that a contract of sale may be either an agreement to sell or an actual sale. Where under the contract of sale the property in the goods in transferred from the seller to the buyer, the contract is called a sale; but where the transferred of the property in the goods is to take place at the future time, or subject to some condition there after to fulfilled, the contract is called an agreement to sell. An agreement to sell becomes a sale, when the time elapses or the conditions are fulfilled subject to which the property in the goods is to transferred. (“Kontrak jual bell adalah kontrak dimana penjual mengalihkan atau menyetujui untuk mengalihkan hak milik berupa barang kepada pembeli untuk sejumlah uang yang disebut harga, karenanya, kontrak jual beli juga merupakan perjanjian penjualan atau penjualan sebenarnya, berdasarkan kontrak jual beli dimana hak milik atas benda dialihkan dan penjual ke pembeli, kontrak dinamakan penjualan, tetapi dimana pengalihan hak milik atas benda terjadi pada masa yang akan datang, atau subyek yang memenuhi beberapa syarat, kontrak disebut perjanjian penjualan. Suatu perjanjian untuk menjual menjadi penjualan, bila waktunya berlaku atau syarat-syarat telah terpenuhi oleh subyek yang mana hak milik atas benda di alihkan)”
R. Subekti menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) : “Suatu perjanjian timbal balik dalam mana pihak yang satu ( penjual ) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak yang lainnya ( pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik”
International Supply Contract menurut Oxford Reference “A contract for the sale of goods made by parties whose places of business (or habitual residence) are in the territories of different states”. (“kontrak jual-beli yang dibuat oleh para pihak dimana tempat dan usaha atau tempat tinggal yang biasanya berada dalam wilayah negaranya berbeda”).
4. Unsur-unsur pokok perjanjian jual-beli
adalah barang dan harga. Sesuai dengan asas konsesualisme yang menjiwai hukum perjanjian data Kitab-Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, perjanjian jual-beli itu sudah dilahirkan pada detik tercapainya kata “sepakat” mengenai barang dan harga, maka lahirlah perjanjian jual-beli yang sah. Untuk lebih jelasnya ditegaskan dalam pasal 1458 KUHPerdata, “Jual — beli dianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelah mereka mencapai sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayarkan”. Dalam masalah jual-beli internasional masing-masing pihak akan menentukan syarat-syarat, bagaimana seharusnya barang akan diserahkan. Untuk mengatasi kesulitan tersebut, maka oleh The International Chamber of The Interpretation of Trade Terms (Peraturan Internasional tentang penafsiran mengenal ketentuan/istilah perdagangan) yang dalam dunia perdagangan internasional dikenal dengan “incoterms”.
Menurut The International Chamber of Commerce tersebut dikatakan, bahwa tujuan dan Incoterms adalah untuk memperlengkapi seperangkat peraturan internasional tentang penafsiran ketentuan/istilah yang penting yang boleh dipilih oleh pengusaha yang lebih suka menggunakan ketentuan-ketentuan internasional yang seragam dan pada penafsiran yang bermacam-macam untuk istilah yang sama yang digunakan oleh berbagai negara.
Melalui Incoterms ini diusahakan untuk mengatasi masalah yang timbul dan perbedaan dalam hukum antar negara dan mengusahakan ketentuan dan kesamaan tafsiran dengan menetapkan suatu pedoman dalam ketentuan perdagangan Internasional. Pedoman ini ditetapkan melalui pembaharuan yang mendalam oleh para ahli yang mewakili dunia perdagangan dan seluruh dunia. Jika suatu pihak yang telah mengadakan transaksi jual-beli tidak mau mengikuti sistem hukum yang berlaku dinegara pihak lain, maka penggunaan lncoterms merupakan pemecahannya.
lncoterms tidak menentukan peraturan terhadap penafsiran atas keseluruhan perdagangan yang digunakan dalam perdagangan internasional, tetapi memusatkan perhatian pada hal-hal yang penting saja. Dengan menggunakan lncoterms ini akan jelas terlihat kedudukan para pihak yaitu pembeli dan penjual, terutama yang menyangkut hak dan kewajiban mereka masing-masing dalam kaitannya dengan penyerahan barang dan pihak penjual kepada pihak pembeli. Dengan digunakannya Incoterms ml, maka setiap kontrak internasional dalam bidang perdagangan memuat ketentuan-ketentuan/syarat-syarat yang sesuai dengan Incoterms.
5. Hukum yang Berlaku Bagi Perjanjian Jual beli International
Sejak semula orang telah sepakat bahwa untuk perjanjian internasional yang pertama-pertama yang harus diperlukan adalah hukum yang telah dipilih oleh para pihak sendiri (choke of law) Dalam bidang perjanjian dimana perseorangan mempunyai wewenang untuk menentukan sendiri apakah yang merupakan hukum (partij autonomue), maka juga dalam perjanjian-perjanjian ini telah dihormatinya prinsip pilihan hukum oleh para pihak.
Adapun masalah pilihan hukum ini dapat dilakukan atau ditentukan melalui berbagai teori yang dikenal dalam Hukum Perdata Internasional mengenal hukum yang berlaku. Mengenal pilihan hukum ini dapat dilakukan pembatasan secara tertentu dengan tujuan para pihak tidak boleh berlaku sewenang-wenang. Batasan tersebut dengan cara diberlakukannya asas “Ketertiban Umum” secara terbatas. Dalam Rancangan Undang-Undang Hukum Perdata Internasional Indonesia dijelaskan mengenal ketertiban umum :
“Kaedah-Kaedah Hukum Asing yang seharusnya berlaku menurut ketentuan-ketentuan Hukum Perdata Internasional Indonesia, tidak dipergunakan bilamana kaedah-kaedah asing tersebut bertentangan dengan Ketertiban Umum dan Kesusilaan baik”.
Seringkali diketemukan dalam praktek dalam kontrak-kontrak yang dibuat oleh para pihak (Lazimnya klausula yang terakhir), dimana ditentukan sebagai berikut:
“Untuk pelaksanaan perjanjian ini berlakulah Hukum Indonesia atas Hukum Inggris”. Artinya para pihak secara tegas melakukan pilihan hukum. Untuk menentukan hukum yang berlaku apabila tidak ada pilihan hukum dapat dilakukan dengan berbagai teori, yaitu :
1. Lex Loci Contractus
Menurut teori Lex Loci Contractus ini hukum yang berlaku adalah hukum dan tempat dimana kontrak itu dibuat. Jadi tempat dibuatnya sesuatu kontrak adalah faktor yang penting untuk menentukan hukum yang berlaku. Dimana suatu kontrak dibuat, hukum dan negara itulah yang dikapai. Akan tetapi dalam praktek dagang internasional pada waktu sekarang ini prinsip tersebut sukar sekali dipergunakan. Jelas sekali hat ini apa yang dinamakan kontrak-kotrak antara orang-orang yang tidak bertemu, tidak berada ditempat, “Contract between absent person”. Jika para pihak melangsungkan suatu kontrak tetapi tidak sampai bertemu maka tidak ada tempat berlangsungnya kontrak.
2. Lex Loci Solutions
Menurut teori ini hukum dan tempat dimana perjanjian dilaksanakan, jadi bukan tempat dimana kontraknya ditandatangani akan tetapi dimana kontrak Itu dilaksanakan.
3. Teori The Proper Law of The Contract
Menurut teori ini, maka harus dicari hukum dan pada negara mana kontrak bersangkutan mempunyai apa yang dinamakan “The mostreal connection”. Dengan melihat titik-titik taut mana yang paling berat dan atas dasar inilah dianggap hukum daripada negara dengan mana titik-titik taut ini terbanyak harus dipergunakan.
4. Teori The Most characteristic Connection
Pada tiap-tiap kontrak dapat dilihat pihak mana yang melakukan karakteristik dan hukum dari pihak yang melakukan prestasi yang paling karakteristik ini adalah hukum yang dianggap harus dipergunakan karena inilah yang terberat dan yang sewajarnya digunakan.
D. KESIMPULAN
Pengertian jual-Beli Internasional adalah kegiatan perdagangan yang dilakukan melewati batas teritorial suatu wilayah negara, dimana para pihak (penjual dan pembeli) melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kesepakatan yang di tuangkan kedalam kontrak.
Pemerintah Indonesia telah meratifikasi konvensi tentang pengakuan dan pelaksanaan keputusan arbitrase asing, oleh karena itu apabila pihak Indonesia bersengketa dimuka Pengadilan Arbitrase maka hasil keputusan Arbitrase tersebut harus diakui dan telah dapat dilaksanakan oleh pihak Indonesia hal ini membuktikan bahwa Pemerintah Indonesia menghormati asas Hukum Internasional.
Bahwa Indonesia belum mempunyai perangkat peraturan mengenai Hukum Perdata Internasional Indonesia yang terkodifikasi dan selama ini terdapat dibeberapa peraturan perundang-undangan, seperti : Undang-Undang Pokok Agraria, Undang-Undang Penanaman Modal Asing. Dengan diajukannya Rancangan Undang-Undang Hukum Perdata internasional Indonesia dan disahkan, maka indonesia mempunyai peraturan perundang-undangan tentang Hukum Perdata yang mengandung unsur asing.
Pengertian jual beli internasional adalah kegiatan perdagangan yang dilakukan melewati batas teritorial suatu wilayah negara, dimana para pihak (penjual dan pembeli) melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan kedalam kontrak.
E. PENUTUP
Demikianlah makalah yang saya buat mudah – mudahan apa yang saya paparkan bisa menjadi pelajaran bagi kita semuanya untuk lebih mengenal masalah perdagangan internasional. Dan apa yang saya tulis salam makalah ini belum sempurna sesuai apa yang di harapkan dengan ini saya berharap masukan yang lebih banyak lagi dari dosen pembimbing dan teman – teman semua.
Sekian dan terima kasih atas perhatiannya
Assalamu Alaikum .Wr. Wb