Tuesday, December 11, 2012

Makalah KLASIFIKASI EPIDEMIOLOGI ETIOLOGI

I. PENDAHULUAN 

Warna kulit manusia ditentukan oleh berbagai pigmen. Yang berperan pada penentuan warna kulit adalah karoten, melanin, oksihemoglobin dan hemoglobin bentuk reduksi, yang paling berperan adalah pigmen melanin. Melanosis adalah kelainan pada proses pembentukan pigmen melanin kulit dapat berupa hipermelanosis (melanoderma) bila produksi pigmen bertambah dan hipomelanosis (lekoderma) bila produksi pigmen berkurang.

Sejak jaman dahulu telah dikenal beberapa istilah untuk vitiligo antara lain shwetakustha, suitra, behak dan beras. Vitiligo adalah suatu kelainan didapat yang sering dijumpai dalam praktek sehari – hari.
II. DEFINISI
Vitiligo adalah suatu kelainan kulit akibat gangguan pigmentasi (hipomelanosis) idiopatik yang ditandai dengan adanya makula putih yang dapat meluas. Dapat mengenai seluruh bagian tubuh yang mengandung sel melanosit, misalnya rambut dan mata.
III. EPIDEMIOLOGI
Insidens yang dilaporkan bervariasi antara 0,1 sampai dengan 8,8% penduduk dunia tanpa membedakan ras dan jenis kelamin. Mengenai semua umur, paling banyak umur 20 – 40 tahun. Frekuensi pada kedua jenis kelamin sma, hanya sja penelitian epidemiologik menunjukan bahwa penderita yang datang berobat lebih banyak wanita daripada pria. Terdapat juga pengaruh faktor genetik, dimana pada penderita vitiligo, 5% akan mempunyai anak dengan vitiligo juga.
IV. ETIOLOGI
Penyebab vitiligo masih belum diketahui dengan jelas, namun ada beberapa teori yang berusaha menerangkan patogenesisnya :
1. Teori Neurogenik
Teori ini berdasarkan atas beberapa pengamatan. Menurut teori ini suatu mediator neurokemik dilepaskan dan senyawa tersebut dapat menghambat melanogenesis serta dapat menyebabkan efek toksik pada melanosit.
2. Teori Autoimun
Teori ini menganggap bahwa kelainan sistem imun menyebabkan terjadinya kerusakan pada melanosit. Beberapa penyakit autoimun yang sering dihubungkan dengan vitiligo antara lain adalah tiroiditis (Hashimoto), anemia pernisiosa, penyakit Addison, alopesia areata dan sebagainya.
3. Teori rusak diri (self destruction theory)
Teori menyebutkan bahwa metabolit yang timbul dalam sintesis melanin menyebabkan destruksi melanosit. Metabolit tersebut misalnya kuinon.
4. Teori Autositotoksik
Sel melanosit membentuk melanin melalui oksidasi tirosin ke DOPA dan DOPA ke dopakinon. Dopakinon akan dioksidasi menjadi berbagai indol dan radikal bebas.
V. GEJALA KLINIS
Gejala subyektif tidak ada, tetapi dapat timbul rasa panas pada lesi. Gejala atau gambaran klinis vitiligo dimulai dengan bintik – bintik atau makula putih yang makin lama makin lebar hingga mencapai ukuran lentikular atau plakat dengan batas tegas tanpa perubahan epidermis yang lain. Biasanya tidak gatal atau nyeri.
Didalam makula vitiligo dapat ditemukan makula dengan pigmentasi normal atau hiperpigmentasi disebut repigmentasi perifaolikular. Kadang – kadang ditemukan tepi lesi yang meninggi, eritema dan gatal disebut inflamatoar.
VI. KLASIFIKASI
Vitiligo mempunyai beberapa pola distribusi yang khas. Ada 2 bentuk vitiligo :
1. Lokalisata
a. Vitiligo Fokal (Localized) : satu atau lebih makula pada satu area, tetapi tidak segmental.
b. Vitiligo Segmental : distribusinya khas, dengan lesi vitiligo yang unilateral dalam suatu distribusi dermatom atau quasidermatom. Tipe ini dikatakan sebagai suatu jenis vitiligo yang bersifat stabil.
c. Vitiligo Mukosal : hanya terdapat pada membrane mukosa.
2. Generalisata
Hampir 90% penderita secara generalisata dan biasanya simetris. Vitiligo generalisata dapat dibagi menjadi :
a. Akrofasial : depigmentasi hanya terjadi dibagian distal ektremitas dan muka, merupakan stadium mula vitiligo generalisata.
b. Vulgaris : makula tanpa pola tertentu di banyak tempat.
c. Campuran : depigmentasi terjadi menyeluruh atau hampir menyeluruh merupakan vitiligo yang total.

I. PREDILEKSI ATAU LOKALISASI

Pada area yang terkena trauma dapat timbul vitiligo. Daerah yang sering terkena adalah :
Ø Kulit jari tangan
Ø Fleksura pergelangan tangan
Ø Siku
Ø Daerah tulang kering
Ø Lutut
Ø Pergelangan kaki
Ø Genitalia
Ø Kelopak mata
Ø Regio perioral

I. DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis bisa didasarkan atas pemeriksaan klinis (Anamnesa, pemeriksaan fisik), uji diagnostik (Untuk membedakan dengan penyakit lain yang menyerupai) dan pemeriksaan laboratorium (Untuk membantu mencari adanya kaitan dengan penyakit sistemik, seperti diabetes mellitus, penyakit tiroid dan lain – lain).
§ Anamnesa
a. Awitan penyakit
b. Riwayat keluarga tentang timbulnya lesi dan uban yang timbul dini.
c. Riwayat penyakit kelainan tiroid, alopesia areata, diabetes mellitus, dan anemia pernisiosa.
d. Kemungkinan faktor pencetus, misalnya stress, emosi, terbakar surya dan pajanan bahan kimia.
e. Riwayat inflamasi, iritasi atau ruam kulit sebelum bercak putih.
§ Pemeriksaan Fisik
Perlu dilakukan pemeriksaan umum, adanya depigmentasi yang asimptomatik, tanpa gejala inflamasi, ada tidaknya batas inflamasi sekitar lesi, tempat lesi pertama kali muncul (tangan, lengan, kaki, muka dan bibir), pola vitiligo (fokal, segmental, universal atau akral/akrofasial).
§ Tes Diagnostik
Dilakukan untuk membedakan dengan penyakit yang menyerupai, misalnya limfoma kutan sel-T, LED/LES, lepra, pinta, nevus anemikus, depigmentosus, skleroderma, tinea versikolor dan lain – lain.
§ Tes Laboratorium
Dilakukan untuk mendeteksi penyakit – penyakit sistemik yang menyertai seperti insufisiensi adrenal, diabetes mellitus. Tes – tes yang mungkin membantu antara lain biopsi.
§ Pemeriksaan Histopatologi
Dengan pewarnaan hematoksilin eosin (HE) tampaknya normal kecuali tidak ditemukan melanosit, kadang – kadang ditemukan limfosit pada tepi makula.
II. DIAGNOSIS BANDING
Sebagai diagnosis banding ialah
1. Piebaldisme
2. Sindrom Wardenburg dan Sindrom Woolf.
3. Vitiligo segmental perlu dibedakan dengan nevus depigmentosus, tuberosklerosis, hipomelanositosis
4. Lesi tunggal harus dibedakan dengan tinea versikolor, pitiriasis alba, hipomelanosis gutata dan hipopigmentasi pasca inflamasi.
III. PENGOBATAN
Umum
1. Seseorang yang akan mengobati vitiligo, harus mengenal dan mengetahui beberapa hal misalnya : tentang sifat dan biologi sel melanosit, tentang farmakologi obat – obat yang digunakan, prinsip - prinsip terapi sinar, resiko serta hasilnya.
2. Penderita vitiligo perlu periksa KGD.
3. Pada lesi, oleh karena mudah terbakar sinar matahari, dianjurkan memakai tabir surya.
4. Melanosit sangat lamban dalam merespon pengobatan, untuk mencapai hasil yang optimal terapi harus dilanjutkan sampai 6 – 12 bulan.
Khusus
Tidak ada terapi yang memuaskan, bila perlu dianjurkan untuk penggunaan kamufalse agar kelainan tersebut tertutup dengan cover mask.
Psoralen (PUVA)
Bahan aktif yang sering digunakan adalah trimetoksi psoralen (TPM) dan 8 metoksi psoralen yang bersifat photosensitizer.
Cara pemberian : Obat psoralen 20-30 mg (0,6 mg/kgBB) dimakan 2 jam sebelum penyinaran, selama 6 bulan sampai setahun. Obat psoralen topikal dioleskan lima menit sebelum penyinaran, tetapi sering menimbulkan dermatitis kontak iritan .
Lama Penyinaran : mula-mula sebentar kemudian setiap hari dinaikan perlahan – lahan ( antara ½ samapai 4 menit ). Ada yang menganjurkan pengobatan dihentikan seminggu setiap bulan.
Obat psoralen topikal dioleskan lima menit sebelum penyinaran, tetapi sering menimbulkan dermatitis kontak iritan .
Kontra indikasi : hipertensi, gangguan hati, kegagalan ginjal dan jantung.
Helioterapi
Helioterapi merupakan salah satu bentuk fotokemoterapi, yang merupakan gabungan antara trisoralen dan sinar matahari
Prosedur pelaksanaan :
- Trisoralen diberikan dengan dosis 0,3mg/kgBB, kemudian lesi disinari selama 15 menit.
- Obat dimakan 2-4 jam sebelum penyinaran
- Pengobatan diberikan 2-3 kali setiap minggu tidak boleh dua hari berturut – turut
- Tidak dianjurkan memberikan terapi vitiligo di daerah genitalia, kecuali pada keadaan khusus.
Kortikosteroid
Pemakaian kortikosteroid ini kemungkinan didasarkan pada teori rusak diri maupun teori autoimun. Dalam hal ini kortikosteroid dapat memperkuat mekanisme pertahanan tubuh pada auto destruksi melanosit atau menekan perubahan imunologik.
Penggunaan kortikosteroid topikal dapat dilakukan dengan prosedur Drake dkk :
a. Krim kortikosteroid (KST) dioleskan pada lesi sekali sehari selama 3-4 bulan.
b. Setiap minggu sekali dilakukan evaluasi dengan menggunakan lampu Wood.
c. Penggunaan diteruskan apabila ada repigmentasi, namun harus segera dihentikan apabila tidak ada respons dalam waktu 3 bulan.
Depigmentasi
Jika lesi vitiligo sangat luas, jauh lebih luas dari kulit normalnya (lebih dari 50%) ada yang menganjurkan untuk memberikan monobenzil hidrokuinon 20% dua kali sehari pada kulit normal sehingga terjadi bleaching dan diharapkan warna kulit menjadi sama.
Tindakan Bedah
Tindakan bedah yang dapat dilakukan adalah autologous skin graft yakni memindahkan kulit yang normal (2-4 mm) ke ruam vitiligo. Efek samping yang mungkin timbul antara lain parut, repigmentasi yang tidak teratur, Koebnerisasi dan infeksi
UVB Gelombang Pendek
Sinar ultraviolet B gelombang pendek adalah teknologi yang relative baru dalam pengobatan vitiligo. Dahulu kebanyakan dokter menggunakan sistem PUVA namun efek samping tidak dapat dihindarkan. Panel dan kabinet sinar UVB gelombang pendek memecahkan masalah paparan berlebihan sinar UV dengan memaksimalkan pengiriman radiasi UVB gelombang pendek (dalam kisaran 311 sampai 312 nanometer).
Jarak optimum kulit ke lampu UV adalah 7 inchi, waktu pemaparan tergantung warna kulit dan telah berapa mendapatkan pengobatan.
UVB gelombang pendek hanya memancarkan sinar 311 sampai 312 nanometer. Studi klinis menunjukkan panjang gelombang yang paling efektif bersifat therapeuik adalah 295 sampai 313 nanometer, namun panjang gelombang dibawah 300 nm dapat menyebabkan eritema atau luka bakar parah dan meningkatkan resiko kanker kulit.
UVB gelombang pendek lebih efektif untuk penanganan vitiligo anak-anak.
I. PROGNOSIS
· Biasanya merupakan keadaan yang bersifat progesif lambat.
· Dapat berkurang secara spontan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardiman Lili, Kelainan pigmen “Vitiligo”, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 1999, Hal:274-76
2. Siregar, R.S, Prof, Dr, Vitiligo dalam Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2004, Hal:252-53
3. Harahap Marwali, Prof, Dr, Vitiligo dalam Ilmu Penyakit Kulit, Hipokrates, Jakarta 2000, Hal 151-56
4. Ovedoff D., Kapita Selekta Kedokteran, Binarupa Aksara, Jakarta, 2002, 91-92
5. Vittiligo, Available at, www.Mayoclinic.com.vitiligo
6. Vitiligo, Available at, www.Emedicine.com.vitiligo
7. Vitiligo, Available at, www.homephototherapy.com/vit-uvb-narrow-band.htm