Tuesday, December 11, 2012

Makalah Kesehatan dan Psikologi | KLASIFIKASI DAN PREVALENSI Karakteristik, Permasalahan, dan Pencegahan Anak Tunagrahita

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Upaya pembangunan pendidikan dalam gerak pembangunan nasional merupakan suatu yang wajar dan harus tetap dilakukan. Hal ini dilandasi pemikiran bahwa pendidikan merupakan faktor strategis dalam menunjang keberhasilan pembangunan.
Pendidikan luar biasa, sebagai salah satu bentuk pendidikan yang khusus mengenai anak-anak ber kelainan sebagai objek formal dan materialnya dari berbagai jenis kelainan termasuk anak-anak tunagrahita, secara terus-terus berupaya untuk meningkatkan pelayanan dengan sebaik-baiknya. Bagaimanapun, sebagai warga negara anak-anak tunagahita memiliki hak yang sama untuk mendapat pendidikan. Pasal 5 undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional menyatakan, bahwa setiap warga mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan, yang diantaranya dalah anak-anak tunagahita. Demikian pula pada pasal 8 ayat 1 dari undang-undang yang sama menyebutkan, bahwa warga negara yang memiliki kelainan fisik dan/atau mental berhak memperoleh pendidikan luar biasa adalah pendidikan yang disesuaikan dengan kelainan peserta didik berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bersangkutan.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN DAN DEFINISI TUNAGRAHITA
Di mana-mana didunia ini, disamping ada anak yang normal, ada pula anak dibawah normal dan diatas normal. Beberapa anak lebih cepat belajar daripada anak yang lain, di samping ada juga anak yang belajar lebih lamban dari teman seusianya. Demikian pula perkembangan sosial anak, ada yang cepat, ada pula yang lebih lamban dari anak normal. Anak-anak dalam kelompok di bawah normal dan/atau lebih lamban daripada anak normal, baik perkembangan sosial maupun kecerdasannya disebut anak terbelakang mental : istilah resminya di Indonesia  disebut anak tunagahita (PP No. 72 Tahun 1991).
Anak tunagahita adalah mereka yang kecerdasannya jelas berada di bawah rata-rata. Di samping itu mereka mengalami keterbelakangan dalam menyusahkan diri dengan lingkungan. Mereka kurang cakap dalam memikirkan hal-hal yang abstrak, yang sulit-sulit, dan yang berbelit-belit. Mereka kurang atau terbelakang atau tidak berhasil bukan untuk sehari dua hari atau sebulan atau dua bulan, tetapi untuk selam-lamanya, dan bukan hanya dalam satu dua hal tetapi hampir segala-galanya, lebih-lebih dalam pelajaran seperti : mengarang, menyimpulkan isi bacaan, menggunakan simbol-simbol, berhitung, dan dalam semua pelajaran yang bersifat teroris. Dan juga mereka kurang/terlambat dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Anak tunagahita banyak macamnya, ada yang disertai dengan buta warna, disertai dengan kerdil badan, disertai dengan berkepala panjang, di sertai dengan bau badan tertentu, dan segalanya : tetapi ada pula yang tidak disertai apa-apa. Mereka semua mempunyai persamaan yaitu kurang cerdas dan terhambat dalam menyesuaikan dir dengan lingkungan jika dibandingkan dengan teman sebayanya.  Mereka mempunyai ciri-ciri khas dan tingkat tunagahitaan yang berbeda-beda, ada yang ringan, sedang, berat, dan sangat berat.
Seorang dikatakan normal (rata-rata) jika MA-nya sama hampir dengan CA-nya. Sedangkan apabila MA seorang jelas-jelas di atas CA-nya maka anak tersebut tergolong anak cerdas (di atas normal). Sebaliknya  bila MA-nmnya jelas-jelas di bawah CA-nya maka ia tergolong kecerdasannya terbelakang , dan jika disertai terbelakang dalam adaptasi perilaku dengan lingkungan maka ia disebut anak tunagahita sehubungan dengan keterbelakangan kecerdasan ini R.P mendey dan jhon wiles (1929 : 40).
Sebagai catatan bahwa seseorang yang MA-nya jelas-jelas di bawah normal (IQ-nya 70 ke bawah) baru dikategorikan tunagahita jika adaptasi tingkah lakunya pada lingkungan juga dibawah  usianya (CA-nya). Abraham levinson (Achmad, 1970 : 62-53) menggambarkan tentang perkembangan anak-anak yang tergolong normal yang dapat digunakan sebagai bahan rujukan/perbandingan dalam menentukan apakah seseorang anak mengalami hambatan adaptasi perilaku atau tidak. Sebagaimana dapat dilihat pada tabel. I
Jika anak pada usia tertentu belum mampu melakukan perbuatan (sesuai dengan tingkah CA-nya) sebagaimana di gambarkan pada tabel I, maka  anak tersebut mengalami hambatan dalam adaptasi perilaku terhadap lingkungannya. Dengan kata lain, anak tersebut dikategorikan tunagahita jika IQ-nya juga di bawah 70.
Terdapat perbedaan antara tunagahita dengan skait mental, sakit jiwa, atau sakit ingatan. Dalam bahasa inggris sakit mental disebut mental illness yaitu merupakan kegagalan dalam membina kepribadian dan tingkah laku. Sedangkan tunagahita dalam bahas inggris di sebut mentally retarded  merupakan kurang berkembang serta kemampuan adaptasi perilakunya terlambat. Hal ini yang membedakan tunagahita dengan sakit jiwa adalah : tunagahita bermula dan berkembang pada masa perkembangan, yaitu sejak anak lahir sampai kira-kira usia 18 tahun. Sedangkan sakit jiwa dapat menyerang setiap saaat, kapan saja. Namun sekalipun sakit jiwa dan tunagahita berbeda, tidak mustahil anak tunagahita menderita sakit jiwa.
B.     KLASIFIKASI DAN PREVALENSI
Pengklasifikasian anak tunagrahita yang sudah lama dikenal ialah Debil untuk yang ringan, Imbesil untuk yang sedang, dan Idiot untuk berat dan sangat berat. P1ompokktunagrahita yang digunakan oleh kalangan pendidik di amerika (American Education) ialah Educable Mentali Retarded, Trainable Mentally Retarded, dan Totally/Custodial Dependent yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia : Mampu didik, Mampu latih, dan Mampu rawat. Pengelompokan tunagrahita berdasarkan IQ menurut WHO (Vivian Navaratman, 1987:403) yaitu : tunagrahita ringan dengan IQ 50—70, tunagrahita sedang dengan IQ 30—50, dan tunagrahita yang berat/sangat berat dengan IQ kurang dari 30.
 a.         (menurut  AAMD dan PP No. .72 Tahun
1)      Tunagrahita ringan
Mereka yang termasuk dalam kelompok mi meskipun kecerdasannya dan adaptasi sosialnya terhambat, namun mereka mempunyai kemampuan untuk berkembang dalam bidang pelajaran akademik, penyesuaian sosial, dan kemampuan bekerja. Dalam mata pelajaran akademik mereka pada umumnya mampu mengikuti mata-mata pelajaran tingkat sekolah lanjutan, baik SLTPLB dan SMLB, maupun di sekolah biasa dengan program khusus sesuai dengan berat ringannya ketunagrahitaan yang disandangnya. Program yang diterapkan hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan khusus mereka. IQ anak tunagrahita ringan berkisar 50-70. Dalam penyesuaian sosial mereka dapat bergaul, dapat menyesuaikan din dalam Iingkungan sosial tidak saja pada lingkungan yang terbatas tetapi juga pada lingkungan yang lebih luas, bahkan kebanyakan dan mereka dapat mandiri dalam masyarakat.
Dalam kemampuan bekerja, mereka dapat melakukan pekerjaan yang semi skill dan pekerjaan sosial sederhana, bahkan sebagian besar dan mereka mandiri seluruhnya dalam melakukan pekerjaan sebagai orang dewasa. Anak tunagrahita ringan seringkali tidak dapat diidentifikasi serupai ini mencapai usia sekolah. Biasanya mereka diketahui setelah mengikuti pelajaran di sekolah biasa selama satu atau dun tahun karena kesukaran mereka dalam mengikuti pelajaran dan penyesuaian diri dengan teman-temannya.
Prevalensi anak tunagrahita ringan kira-kira 75 % dari jumlah seluruh anak tunagrahita.
 b.         Klasifikasi menurut tingkatan IQ
 Tabel 2
TERM
IQ RANGE FOR LEVEL
Mild Mental Retardition
Moderate Mental Retardition
Sevare Mental Retardition
Unspecified
50-55 Aporox, 70
35-40 to 50-55
20-25 to 35-40
Bellow 20 or 25
 Tidak begitu berbeda dengan klasifikasi di atas, Hebert (1977) yang menggunakan skala sistem penilaian WISC (paye & patton, 1981 : 49)
-          Mild (ringan)                                        :    IQ 55-70
-          Moderate (sedang)                               :    IQ 40-55
-          Severe-Fropound (berat-sangat berat)      :     Di bawah 40
c.         Klasifikasi menurut tipe klinis
1)      Dwon syndrom dahulu disebut mongoloid
Anak tunagrahita jenis ini disebut demikian karena seo1ah-oIahTgnyerupai orang Mongol dengan ciri-ciri : mata sipit dan miring : lidah tebal dan berbelah-belah serta biasanya suka rnenu1ur keluar : telinga kecil : tangan kering : makin dewasa kulitnya makin kasar ; kebanyakan mempunyai susunan gigi geligi yang kurang baik sehingga berpengaruh pada pencernaan ; dan lingkar tengkoraknya biasanya kecil. kebanyakan mempunyai susunan gigi geligi yang kurang baik sehingga berpengaruh pada pencernaan ; dan lingkar tengkoraknya biasanya kecil.
2)      kretin
Dalam bahasa Indonesia disebut kate atau cebol. Ciri-cirinya: badan gemuk dan pendek; kaki dan tangan pendek dan bengkok; badan dingin kulit kering, tebal dan keriput; rambut kering; lidah dan bibir tebal; kelopak mata, telapak tangan dan kaki, dan kuduk tebal; pertumbuhan gigi terlainbat; serta hidung lebar. Penyebabnya karena ada gangguan Hyphotyroid. Ketunagrahitaan yang disertai kelainan mi dapat dicegah atau diatasi dengan yodium yang terdapat dalarn makanan atau minuman, yang dewasa mi masyarakat mengenalnya dengan istilah garam.
3)      hydrocephal
Anak mi memiliki ciri-ciri: kepala besar; raut muka kecil; tengkoraknya ada yang membesar ada yang tidak; pandangan dan pendengaran tidak sempurna ; mata kadang-kadang juling. Kondisi ini terjadi disebabkan oleh karena dua hal, yaitu cairan otak yang berlebihan atau kurang, dan sistem penyerapannya tidak seimbang dengan cairan yang dihasilkan. Jika hal tersebut terjadi sebelum lahir, maka si bayi jarang lahir dalam keadaan hidup.
d.         Klasifikasi Leo Kanner
Leo Kanner membedakan anak tunagrahita atas tiga golongan yaitu :
1)      Absolute Mentally’ Retarded (tuna grahita absolut)
Yaitu seorang anak tunagrahita dimana pun Ia berada. Maksudnya anak tersebut jelas-jelas tunagrahita baik kalau ia tinggal di pedesaan maupun di perkotaan; di masyarakat pertanian maupun masyarakat industri; di lingkungan keluarga, sekolah dan tempat pekerjaan. Tunagrahita tipe ini pada umumnya adalah penyandang tunagrahita sedang (terutama kelompok bawah), berat dan sangat berat.
 2)      Relative Mentally Retarded (tunagrahita relatif)
Yaitu anak tunagrahita hanya dalam masyarakat tertentu saja. Misalnya di sekolah ia termasuk tunagrahita tetapi di keluarga ia tidak termasuk tunagrahita. Tunagrahita tipe ini pada umumnya adalah penyandang tunagrahita ringan.
 3)      Pseudo Mentally Retarded (tunagrahita semu)
Yaitu anak yang menunjukkan performance (penampilan) sebagai penyandang tuhagrahita tetapi sesungguhnya ia mempunyai kapasitas kemampuan. yang normal. Misalnya seorang anak dikirim ke sekolah khusus karena menurut hasil tes kecerdasannya (IQ-nya rendah, tetapi setelah anak mengikuti pendidikan di sekolah, ternyata kemampuan belajar dan adaptasi sosialnya adalah normal, maka anak tersebut bukanlah penyandang tunagrahita.
 C.    KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN ANAK TUNAGRAHITA
1.  Karakteristik anak tunagrahita
James D. Page Suhaerni H.N : 1979 : 25 menguraikan karakteristik anak tunagrahita dalam hal : kecerdasan, sosial, fungsi-fungsi mental lain, dorongan dan emosi, kepribadian dan organisme.
Kecerdasan. Kapasitas belajarnya sangat terbatas terutama untuk hal-hal yang abstrak. Mereka lebih banyak belajar dengan cara membeo (rote learning) bukan dengan pengertian. Dari hari ke hari dibuatnya kesalahan-kesalahan yang sama. Perkembangan mentalnya mencapai puncak pada usia yang masih muda.
Fungsi-fungsi mental lain. Mereka mengalami kesukaran dalam memusatkan perhatian. Jangkauan perhatiannya sangat sempit dan cepat beralih sehingga kurang tangguh dalam menghadapi tugas. Pelupa dan mengalami kesukaran mengungkapkan kembali suatu ingatan. Kurang mampu membuat asosiasi-asosiasi dan sukar membuat kreasi-kreasi baru. Yang agak cerdas. Biasan menyalurkan hasrat-hasrat Re dalam lamunan-lamunan, sedang yang san berat lebih suka “mengistirahatkan otak.” Mereka menghindar dari berpikir.
Dorongan dan Emosi, Perkembangan dan dorongan emosi anak tunagrahita berbeda-beda sesuai dengan tingkat ketunagrahitaan masing-masing. A yang berat dan sangat berat tingkat ketunagrahitaannya. hampir-hampir 1. Memperhatikan dorongan untuk mempertahankan diri. Kalau mereka/atau haus, mereka tidak menunjukkan tanda-tandanya. Demikian pula mereka mendapat perangsang yang menyakitkan hampir-hampir tidak men kemampuan menjauhkan dirinya dari perangsang tersebut. Kehidupan emosinya lemah. Jika telah mencapai umur belasan tahun dorongan biologisnya biasanya.
Organisme. Baik struktur maupun fungsi organisme pada umumnya kurang dari anak normal. Mereka baru dapat berjalan dan berbicara pada usia yang lebih tua dan anak normal. Sikap dan gerak lagaknya kurang indah. Di antaranya banyak yang mengalami cacat bicara. Mereka kurang mampu membedakan persamaan dan perbedaan. Pendengaran dan penglihatannya banyak yang kurang sempurna. Anak yang berat apalagi yang sangat berat ketunagrahitaannya kurang rentan dalam perasaan sakit, bau yang tidak enak, dan makanan yang tidak enak. Badannya relatif kecil seperti kurang segar. Tenaganya kurang; cepat letih, kurang mempunyai daya tahan dan banyak tahan dan banyak yang meninggal pada usia muda.
2. Karakteristik anak tunagrahita ringan
Anak tunagrahita ringan banyak yang lancar berbicara tetapi kurang perbendaharaan kata-katanya. Mereka mengalami kesukaran berfikir abstrak, tetapi mereka masih dapat mengikuti pelajaran akademik baik di sekolah biasa maupun di sekolah khusus sebagaimana telah diuraikan di muka. Pada umur 16 tahun baru mencapai umur kecerdasan yang sama dengan anak umur 12 tahun, tetapi itu pun hanya sebagian dari mereka. Sebagian tidak dapat mencapai umur kecerdasan setinggi itu.
3. Karakteristik anak tunagrahita sedang
Anak tunagrahita sedang hampir tidak bisa mempelajari-pelajaran-pelajaran akademik. Mereka pada umumnya belajar secara membeo. Perkembangan bahasanya lebih terbatas daripada anak tunagrahita ringan. Mereka hampir selalu bergantung pada perlindungan orang lain, tetapi dapat membedakan bahaya dan yang bukan bahaya. Mereka masih mempunyai potensi untuk belajar memelihara diri dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan, dan dapat mempelajari beberapa pekerjaan yang mempunyai anti ekonomi.
4. Karakteristik Anak Tunagrahita berat dan sangat berat
Anak tunagrahita berat dan sangat berat sepanjang hidupnya akan selalu tergantung pada pertolongan dan bantuan orang lain. Mereka tidak dapat memelihara diri sendiri (makan, berpakaian, ke WC. dan sebagainya harus dibantu). Pada umumnya mereka tidak dapat membedakan yang berbahaya dengan yang tidak berbahaya, tidak mungkin berpartisipasi dengan lingkungan di sekitarnya, dan jika sedang berbicara maka kata-kata dan ucapannya sangat sederhana. Kecerdasan seorang anak tunagrahita berat dan sangat berat hanya dapat berkembang paling tinggi seperti anak normal yang berumur 3 atau 4 tahun.
D.    FAKTOR PENYEBAB DAN PENCEGAHANNYA
1. Faktor penyebab
Cara lain Yang juga sering digunakan dalam pengelompokan faktor-faktor
penyebab ketunagrahitaan adalah membaginya dalam 3 (tiga) gugus, yang jika disusun secara kronologis adalah (1) faktor-faktor yang terjadi sebelum anak lahir (prenatal), (2) Faktor-faktor yang terjadi saat dilahirkan (natal atau perinatal), dan (3) faktor-faktor yang terjadi sesudah dilahirkan (postnatal). Perlu diingat bahwa istilah prenatal, natal atau perinatal, dan postnatal, bukanlah penyebab melainkan hanya waktu terjadinya penyebab. Pada gugus prenatal tercakup hal- hal yang terjadi pada faktor keturunan dan yang tidak terjadi pada faktor keturunan akan tetapi anak masih dalam kandungan. Berikut ini akan dibahas beberapa penyebab ketunagrahitaan yang sering ditemukan baik yang berasal dari faktor lingkungan.
 2. Faktor pencegahan
Beberapa alternatif upaya pencegahan yang disarankan. Antara lain sebagai berikut :
a.  Diagnostik prenatal, yaitu suatu usaha yang di lakukan untuk memeriksa kehamilan. Dengan usaha ini diharapkan dapat ditemukan kemungkinan adanya kelainan-kelainan pada jamin, baik berupa kelainan kromosom maupun kelainan enzim yang diperlukan bagi perkembangan janin. Seandainya ditemukan adanya kelainan, maka tindakan selanjutnya diserahkan kepada ibu hamil atau keluarganya atau pertimbangan-pertimbangan dan dokter ahli dalam masalah tersebut.
b.  Imunisasi dilakukan terhadap ibu hamil maupun anak-anak balita. Dengan imunisasi ini dapat mencegah timbulnya penyakit-penyakit yang mengganggu perkembangan bayi/anak.
c.  Tes darah, dilakukan terhadap pasangan-pasangan yang akan menikah untuk menghindari kemungkinan menurunkan benih-benih yang berkelainan.
d.  Pemeliharaan Kesehatan, terutama bagi ibu-ibu hamil. Hal ini terutama menyangkut pemeriksaan kesehatan selama hamil, penyediaan gizi nutrisi serta vitamin yang memadai, menghindari radiasi, dan sebagainya.
 e.  Program Keluarga berencana diperlukan untuk mengatur kehamilan thn menciptakan keluarga yang sejahtera baik dalam segi fisik manapun psikis. Keluarga kecil lebih memungkinkan terbinanya hubungan fisik yang relatif lebih baik serta terjaminnya kebutuhan fisik yang relatif lebih baik pula.
f.  Sanitasi lingkungan, yaitu mengupayakan terjaganya suatu lingkungan yang bersih dan sehat, sehingga dapat mencegah timbulnya penyakit-penyakit yang membahayakan perkembangan anak.
g. Penyuluhan genetik, yaitu suatu usaha mengkomunikasikan berbagai informasi yang berkaitan dengan masalah genetika dan masalah-masalah yang ditimbulkannya. ini dapat dilakukan melalui media cetak, elektronik, maupun secara Iangsung melalui Posyandu atau klinik-klinik kesehatan.
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Sebagai catatan bahwa seseorang yang MA-nya jelas-jelas di bawah normal (IQ-nya 70 ke bawah) baru dikategorikan tunagahita jika adaptasi tingkah lakunya pada lingkungan juga dibawah  usianya (CA-nya). Abraham levinson (Achmad, 1970 : 62-53) menggambarkan tentang perkembangan anak-anak yang tergolong normal yang dapat digunakan sebagai bahan rujukan/perbandingan dalam menentukan apakah seseorang anak mengalami hambatan adaptasi perilaku atau tidak. Sebagaimana dapat dilihat pada tabel. I
Jika anak pada usia tertentu belum mampu melakukan perbuatan (sesuai dengan tingkah CA-nya) sebagaimana di gambarkan pada tabel I, maka  anak tersebut mengalami hambatan dalam adaptasi perilaku terhadap lingkungannya. Dengan kata lain, anak tersebut dikategorikan tunagahita jika IQ-nya juga di bawah 70.
B.     Saran
Dengan adanya makalah ini penulis sangat mengharapkan hasil dari apa yang telah di susun dengan sedemikian rupa ini dapat menjadi pengetahuan tambahan bagi para pembaca dan semoga apa yang ada di dalam makalah ini dapat membantu pembaca dalam mengarang atau menyusun suatu Karya Ilmiah Amin.
DAFTAR PUSTAKA
  • Baker, Harry J (1955), Introduction to Exceptional Children, New York : The Me, Miliar Company
  • Mohamad Amin dan Andreas Dwidjosumarto, 1979, Pengantar Pendidikan Luar Biasa, Jakarta : Depdibud.
  • Mohamad amin, (1992), Pendidikan Luar Biasa Bagi Peserta Didik Yang Memiliki Kelainana Fisik Dan/Atau Mental, Medan : IKIP
  • Muth. Jacob (1982), Special Education In West Germany, Bandung : FIp IKIP
  • Oemar bakry (1983), Al-Qur`an : Tafsir Rahmat, Bandung  : Angkasa
  • Sunardi, (1992), mainstereaming salah satu alternatif penanganan pendidikan semua  anak catat, Makalah Pada Seminar Nasional PLB di Indonesia, Bandung, Hispelbi.