BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sikap dan Perilaku Orang Tua
1. Perilaku Orang Tua
Menurut Hendrastuti (2003) bahwa seorang anak dalam perawatan gigi menjadi pusat perhatian antara orang orang tua dan dokter gigi. Dokter gigi/ perawat gigi harus mempunyai pengetahuan dasar tentang perawatan gigi anak serta dapat mengamati bagaimana hubungan anak tersebut dengan orang tuanya. Sikap orang tua yang berpengaruh pada anak dalam perawatan gigi antara lain (Hendrastuti, 2003).
Orang tua yang lalai membawa anaknya ke dokter gigi berupa motivasi dan penyuluhan yang disampaikan oleh dokter gigi tidak dijalankan dengan baik. Orang tua mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap kesehatan gigi anaknya.
Orang tua dengan secara tidak direncanakan mananamkan kebiasaan-kebiasaan dari nenek moyang yang diwarisi dan pengaruh lain yang diterimanya dari masyarakat. Si anak menerima daya peniruannya, dengan segala senang hati kadang-kadang menyadari benar apa maksud dan tujuan yang ingin dicapai dengan pendidikan itu. Kebiasaan tertentu yang diinginkan untuk dapat dilakukan anak ditanamakan benar-benar sehingga seakan-akan tidak boleh tidak dilakukan si anak. Dengan demikian si anak akan membawa kemana pun pengaruh keluarga itu. Sekalipun ia sudah mulai berpikir lebih jauh lagi. Inilah yang membuktikan bahwa anak didalam perkembangan pribadinya, dipengaruhi oleh lingkungannya. Pengaruh itu tidak akan dapat hilang begitu saja sekalipun pada waktu besarnya si anak telah meninggalkan lingkungan itu dan hidup di lingkungan yang lain (Agus Sujanto, dkk, 2001).
Didalam hal itu tentu saja peranan orang tua sangat menentukan justru merekalah berdua yang memegang tanggung jawab seluruh keluarga. Merekalah yang menentukan kemana keluarga itu akan dibawah, warna apa yang akan diberikan kepada keluarga itu. Hal ini sama sekali ditentukan oleh orang tua. Kebanyakan anak meniru apa yang dilakukan oleh kedua orang tuanya (Agus Sujanto, dkk, 2001).
2. Peranan Orang Tua Dalam Perkembangan Anak
Peranan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1994).
Keluarga memiliki peranan sangat penting dalam upaya mengembangkan pribadi anak perawatan orang tua yang penuh kasih sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai pendidikan baik agama maupun sosial budaya yang diberikannya merupakan faktor yang baik untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat (Syamsul Yusuf, 2000).
Anak membutuhkan orang lain dalam perkembangannya. Dan orang lain yang paling utama dan pertama yang bertanggung jawab adalah orang tua sendiri. Orang tuanyalah yang bertanggung jawab secara penuh dalam memenuhi kebutuhan anak baik secara organis maupun psikologis (Singgih, 1990).
Ada satu anggapan mengatakan anak didik itu merupakan kertas putih yang masih kosong karenanya peranan orang tua sangat menentukan dalam pembentukan kepribadian sang anak, orang tua akan menurun kepada anaknya. Justru karena itu, selama anak masih dibawah asuhan orang tua hendaknya orang tua dapat memberikan contoh-contoh yang baik dalam kehidupan sehari-hari malahan lebih dari itu orang tua aktif mempengaruhi /mengarahkan, bila keperluan memaksakan agar anaknya menjadi manusia susila. Akan tetapi semua itu harus dijalankan dengan secara penuh kasih sayang kepada sang anak (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1993).
Untuk dapat melakukan upaya pencegahan terhadap kesehatan, orang tua harus memberi bimbingan antisipasi kepada anak. Pendidikan kesehatan harus diperhatikan bahwa pendidikan kesehatan suatu proses terjadi perubahan perilaku orang tua sehingga memerlukan waktu yang relatif lama karena mengubah perilaku orang tua bukan suatu hal yang mudah.
Anak sebagai buah hati orang tua, tentu akan diupayakan semaksimal mungkin agar berkembang secara optimal, termasuk mendapat perawatan gigi dan mulut secara rutin. Tapi, kebanyakan orang tua mengeluh kesulitan membawa anaknya ke dokter gigi. Sebuah dilema yang harus dihadapi. (Runkat, 2000).
Peranan orang tua diperlukan untuk mendapatkan gigi yang sehat pada anak-anak. Orang tua memiliki pengetahuan tentang kesehatan gigi yang baik mengajarkan cara hidup sehat terhadap anaknya akan mungkin mendapat anak-anak dengan gigi yang sehat. Orang tua sangat berperan dalam menumbuhkan kebiasaan pada anak-anak dalam menyikat giginya. Tetapi pengetahuan seseorang belum tentu mampu memotivasi orang tersebut untuk berperilaku sehat, karena proses peralihan dari mengetahui sampai melakukan bukanlah suatu proses sederhana. Proses tersebut meliputi banyak variabel yang terhimpun dalam sikap atau penilaian seseorang terhadap sesuatu (Prasetyo, 2003).
B. Perawatan Gigi Anak
Banyak yang mengeluh bahwa perawatan gigi anak, terutama anak balita, sulit dan memerlukan banyak waktu. Keluhan tersebut dapat dimengerti karena sebagian besar anak tidak mau diperiksa giginya dan banyak orang tua yang belum sadar akan perlunya perawatan gigi anak. Selain itu juga biaya perawatan gigi yang cukup tinggi dan anak harus berkalai-kali datang.
Biasanya anak hanya akan dibawah ke dokter gigi bila mengeluh sakit gigi, padahal kalau anak mengeluh sakit gigi, boleh dipastikan bahwa gigi anak tersebut sudah berlubang dan cukup dalam (Ismu Suwelo, 1997).
Sebagian dokter gigi juga enggan atau selalu mangalami kesulitan bila merawat gigi anak. Padahal keadaan gigi anak yang dijumpai di klinik sudah parah dan anak menderita sakit gigi anak jadinya memerlukan banyak waktu dan biaya. Telah diketahui bahwa gigi sulung berperan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan muka, yang berkaitan dengan fungsi mengunyah, membentuk propel, dan petunjuk arah gigi tetapnya yang akan erupsi. Kalau gigi sulung rusak atau anak menderita sakit gigi sampai demam, maka selain terganggunya kesehatan umum, yang berakibat terganggunya pertumbuhan dan perkembangan anak juga, dan pertumbuhan dan perkembangan anak akan terganggunya selain itu secara emosional anak mengeluh sakit gigi dan akan menjadi persoalan keluarga, anak mengeluh sakit gigi tapi tidak mau dibawah ke dokter gigi karena takut. Demikian juga dengan orang tuanya tidak mau membawa ke dokter gigi dengan alasan tertentu (Ismu Suwelo, 1997).
Begitu kompleksnya perawatan gigi anak dilihat dari pihak dokter gigi, orang tua dan anak serta keadaan sosial ekonomi keluarga, sehingga gigi anak disepelehkan atau kurang diperhatikan pada umumnya memang gigi orang dewasa apalagi anak belum mendapat prioritas pelayanan kesehatan yang memadai. Padahal kualitas sumber daya manusia perlu ditingkatkan untuk bisa bersaing dalam era penuh persaingan disegala bidang saat ini. Bila diamati bagaimana kita bisa meningkatkan sumber daya manusia tanpa memperhatikan kualitas kesehatan gigi anak sejak dini. Keluhan dan bukti sudah menunjukkan bahwa gigi juga merupakan faktor penentu bagi remaja untuk diterima sebagai calon taruna AKABRI dan juga sabagai karyawan swasta sehubungan dengan asuransi kesehatan (Ismu Suwelo, 1997).
Jelas negatif ditunjukkan dengan menolak perawatan, menagis takut atau bermacam-macam hal yang kesemuanya itu menunjukkan hal yang negatif.
Negatif hal ini ditunjukkan dengan ketidak kooperatifnya anak dengan dokter gigi, seperti sikap bersungguh-sungguh tidak menjawab pertanyaaan dan sebaliknya.
Positif perawatan dapat dilaksanakan tetapi kadang-kadang agar suka walau masih mau menuruti kehendak dokternya.
Jelas positif dapat bekerja sama dengan baik nasehat dokter gigi diperhatikan dan menimbulkan situasi yang menyenangkan.
Menurut Soegiyono (1990) untuk melakukan perawat diperlukan suatu kerja sama antara dokter gigi dan penderita. Hampir semua anak diajak bekerja sama asal pendekatan antara anak dan dokter giginya diperhatikan. Berdasarkan pengalaman di praktek pribadi, hal-hal berikut ini sering dijumpai dan dapat menyulitkan perawatan gigi pada anak-anak.
Pemalu
Anak pemalu masih lebih dapat diterima, dari pada anak yang melawan, asal dokter menghadapinya harus dengan cara yang cepat. Sifat ini dapat ditunjukan dengan berlindung pada ibunya, menarik-narik ibunya, mencari-cari alasan.
2. Hubungan Anak dengan Dokter Gigi/ Perawat Gigi
Anak kecil membutuhkan kasih sayang dan bimbingan dari orang tua mereka. Kasih sayang itu penting dan itu berarti mencurahkan waktu untuk menciptakan hubungan satu sama lain dengan anak anda. Akan tetapi, hal itu tidak selalu berarti membiarkan ia melakukan apa yang diinginkan. Bermain melihat-lihat buku dan membaca sebuah cerita untuknya sangat penting dan anda harus meluangkan waktu untuk kegiatan ini. Tetapi, anak anda juga harus belajar bahwa ada saatnya anda melakukan hal-hal lain. Dua diantara hal terpenting yang harus diperlihatkan dalam kaitannya dengan anak anda adalah kejujuran dan kekonsistenan (Addy, P.A, 1993)
Menurut Andlaw (1996) kebanyakan pasien merasa cemas pada kunjungan pertama ke dokter gigi. Tujuan yang paling penting bagi dokter gigi dan stafnya adalah menghilangkan rasa cemas ini. Resepsionis harus menyambut anak dengan bersahabat dan gembira, ruang tunggu harus diisi dengan suatu tentang anak. Jadi keseluruhan lingkungan tempat penerimaan ruang tunggu harus mampu berkomunikasi persahabatan dan penyambutan yang hangat. Satu hal yang harus diingat bahwa dalam keperawatan anak, klien anda bukan hanya anak-anak semata, tetapi juga orang tua (Supartini, 2004).
Kebanyakan dokter gigi atau perawat gigi menangani pasien secara halus, dan tidak melaksanakan pemakaian kekerasan, kebanyakan dokter gigi atau perawat gigi anak sekali-sekali memakai ketidaksabaran secara paksa melakukan penekanan memakai tangan secara sengaja untuk dapat menjalani tingkat perawatan atau mengatasi pasien anak yang sulit untuk duduk dikursi gigi menyampaikan sikap berpura-pura (Noerdin, 2002).
Hubungan anak dengan dokter gigi atau perawat gigi harus berupa hubungan yang menggembirakan sejak semula atau kunjungan pertama. Makin cepat pembentukan hubungan ini pada kehidupan anak, sehingga makin mudah antara anak dan dokter atau perawat gigi harus memasukkan segenap perhatian usaha menjelaskan kepada orang lain, tentang pentingnya membawa anak usia sekolah ke dokter gigi hanya sedikit anak merasa takut karena cerita-cerita seram tentang kunjungan ke dokter gigi. Anak yang sudah menjadi kawan dari dokter gigi atau perawat gigi sebelum mendapat pengaruh buruk (Yuwono, at. Forrest and Fids,1995).
3. Penanganan rasa takut anak dalam perawatan gigi
Menurut Hendrastuti (2003) sikap dan tingkah laku anak pada saat akan dilakukan perawatan di klinik dapat ditangani secara psikologis.
Menurut Soemartono (2003) penanganan rasa takut dapat di tangani antara lain ;
Menurut Barnes (1994) setiap dokter memiliki barbagai teknik pemeriksaan yang dikembangkan berdasarkan pengalamannya masing-masing pada anak yang sudah besar, kerjasama dapat dimulai dengan bujukan, percakapan, bahkan diskusi tentang minat mereka. Untuk anak anda dapat menenangkan dan menaruh perhatian mereka dengan barang-barang menarik anak yang berusia 2-4 tahun seringkali akan tertarik dan tetap tenang jika mendengar anda bercerita, terutama tentang binatang, dan sesekali tanyakan pendapat mereka mengenai binatang tersebut. Seorang anak berusia 2 tahun kadang-kadang telah dapat dibujuk, pemberian barang apapun biasanya disukai oleh anak (Barness, 1994).
Terjadinya kerja sama antara dokter gigi anak dan orang tua memang perlu dilakukan. Hal ini terutama untuk mencari kesempatan serta kerja sama dalam melakukan perawatan baik dilakukan di klinik maupun dilanjutkan dirumah (Heriandi, 2002).
C. Peranan Orang Tua Terhadap Perawatan Gigi Anak
Keberhasilan perawatan gigi anak tidak lepas dari kerja sama antara beberapa pihak, dalam hal ini diperlukan peran serta orang tua. Adapun peranan orang tua terhadap keberhasilan perawatan gigi anak yaitu :
Orang tua sebagai teladan yang akan dijadikan oleh seorang anak sebagai panutan yang akan memberikan contoh yang baik terhadap perawatan gigi anak.
Orang tua berperan sebagai kontroler untuk tetap mengawasi anaknya untuk tetap memperhatikan kebersihan giginya.
Orang tua sebagai figur yang dapat memberikan pemahaman yang lebih baik kepada anak tentang apa yang baik untuk perawatan gigi anak.
Orang tua sebagai motivator yang akan selalu memberikan bimbingan kepada seorang anak untuk tetap memperhatikan kebersihan giginya.
Hal ini dapat terlihat pada anak yang takut dan tidak mau dicabut giginya, dimana orang tua dituntut untuk tetap memberikan motivasi dan arahan yang baik perihal tentang giginya, sehingga anak akan terpacu dan tidak menghawatirkan atau takut jika akan memeriksakan giginya.
Tulisan di atas berbentuk Karya Tulis ilmiah, anda dapat mendownloadnya dengan mengklik nama di bawah ini, namun sebelum itu anda dapat like facebook kami sebelum mendownload. Filenya. makasih sebelumnya.
1. Perilaku Orang Tua
Menurut Hendrastuti (2003) bahwa seorang anak dalam perawatan gigi menjadi pusat perhatian antara orang orang tua dan dokter gigi. Dokter gigi/ perawat gigi harus mempunyai pengetahuan dasar tentang perawatan gigi anak serta dapat mengamati bagaimana hubungan anak tersebut dengan orang tuanya. Sikap orang tua yang berpengaruh pada anak dalam perawatan gigi antara lain (Hendrastuti, 2003).
1. Orang tua yang otoriterSikap orang tua yang otoriter kepada anaknya membuat anak cenderung patuh bertingkah laku baik, ramah dan kooperatif terhadap perawatan gigi.
2. Orang tua yang melindungiorang tua yang melindungi menyebabkan anak akan mengalami keterlambatan dalam pematangan sosial dan aturan sosial, anak menjadi berdaya malu dan memiliki perasaan-perasaan sebagai seorang yang selalu berada di bawah. Sehingga orang tua cemas tentang kecemasan anaknya, maka dokter atau perawat gigi harus memberikan waktu yang lebih dalam menjelaskan hal-hal yang berhubungan perawat gigi.
3. Orang tua yang terlalu sabarOrang tua yang terlalu memberi hati menunjukan perhatian yang berlebihan terhadap anaknya. Orang tua semacam ini akan terlihat berhubungan seperti seorang sahabat dengan anaknya.
4 . Orang tua yang lalaiBiasanya orang tua yang tipe ini akan terlihat setelah kunjungan pertama anaknya ke dokter gigi dan akan tampak pada perjanjian berikutnya, dimana anak tersebut tidak kembali untuk perawatan selanjutnya.
Orang tua yang lalai membawa anaknya ke dokter gigi berupa motivasi dan penyuluhan yang disampaikan oleh dokter gigi tidak dijalankan dengan baik. Orang tua mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap kesehatan gigi anaknya.
4. Orang tua yang suka mencurigaiSikap ini ditunjukan oleh orang tua yang mempertanyakan akan perlunya perawatan gigi anak.
5. orang tua yang manipulatifkebiasaan suka bertanya yang berlebih-lebihan pertanyaan berkisar berapa lama waktu untuk perawatan sampai akhirnya mendiagnosa penyakit dan proses perawatan (Hendrastuti, 2003).
Orang tua dengan secara tidak direncanakan mananamkan kebiasaan-kebiasaan dari nenek moyang yang diwarisi dan pengaruh lain yang diterimanya dari masyarakat. Si anak menerima daya peniruannya, dengan segala senang hati kadang-kadang menyadari benar apa maksud dan tujuan yang ingin dicapai dengan pendidikan itu. Kebiasaan tertentu yang diinginkan untuk dapat dilakukan anak ditanamakan benar-benar sehingga seakan-akan tidak boleh tidak dilakukan si anak. Dengan demikian si anak akan membawa kemana pun pengaruh keluarga itu. Sekalipun ia sudah mulai berpikir lebih jauh lagi. Inilah yang membuktikan bahwa anak didalam perkembangan pribadinya, dipengaruhi oleh lingkungannya. Pengaruh itu tidak akan dapat hilang begitu saja sekalipun pada waktu besarnya si anak telah meninggalkan lingkungan itu dan hidup di lingkungan yang lain (Agus Sujanto, dkk, 2001).
Didalam hal itu tentu saja peranan orang tua sangat menentukan justru merekalah berdua yang memegang tanggung jawab seluruh keluarga. Merekalah yang menentukan kemana keluarga itu akan dibawah, warna apa yang akan diberikan kepada keluarga itu. Hal ini sama sekali ditentukan oleh orang tua. Kebanyakan anak meniru apa yang dilakukan oleh kedua orang tuanya (Agus Sujanto, dkk, 2001).
2. Peranan Orang Tua Dalam Perkembangan Anak
Peranan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1994).
Keluarga memiliki peranan sangat penting dalam upaya mengembangkan pribadi anak perawatan orang tua yang penuh kasih sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai pendidikan baik agama maupun sosial budaya yang diberikannya merupakan faktor yang baik untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat (Syamsul Yusuf, 2000).
Anak membutuhkan orang lain dalam perkembangannya. Dan orang lain yang paling utama dan pertama yang bertanggung jawab adalah orang tua sendiri. Orang tuanyalah yang bertanggung jawab secara penuh dalam memenuhi kebutuhan anak baik secara organis maupun psikologis (Singgih, 1990).
Ada satu anggapan mengatakan anak didik itu merupakan kertas putih yang masih kosong karenanya peranan orang tua sangat menentukan dalam pembentukan kepribadian sang anak, orang tua akan menurun kepada anaknya. Justru karena itu, selama anak masih dibawah asuhan orang tua hendaknya orang tua dapat memberikan contoh-contoh yang baik dalam kehidupan sehari-hari malahan lebih dari itu orang tua aktif mempengaruhi /mengarahkan, bila keperluan memaksakan agar anaknya menjadi manusia susila. Akan tetapi semua itu harus dijalankan dengan secara penuh kasih sayang kepada sang anak (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1993).
Untuk dapat melakukan upaya pencegahan terhadap kesehatan, orang tua harus memberi bimbingan antisipasi kepada anak. Pendidikan kesehatan harus diperhatikan bahwa pendidikan kesehatan suatu proses terjadi perubahan perilaku orang tua sehingga memerlukan waktu yang relatif lama karena mengubah perilaku orang tua bukan suatu hal yang mudah.
Anak sebagai buah hati orang tua, tentu akan diupayakan semaksimal mungkin agar berkembang secara optimal, termasuk mendapat perawatan gigi dan mulut secara rutin. Tapi, kebanyakan orang tua mengeluh kesulitan membawa anaknya ke dokter gigi. Sebuah dilema yang harus dihadapi. (Runkat, 2000).
Peranan orang tua diperlukan untuk mendapatkan gigi yang sehat pada anak-anak. Orang tua memiliki pengetahuan tentang kesehatan gigi yang baik mengajarkan cara hidup sehat terhadap anaknya akan mungkin mendapat anak-anak dengan gigi yang sehat. Orang tua sangat berperan dalam menumbuhkan kebiasaan pada anak-anak dalam menyikat giginya. Tetapi pengetahuan seseorang belum tentu mampu memotivasi orang tersebut untuk berperilaku sehat, karena proses peralihan dari mengetahui sampai melakukan bukanlah suatu proses sederhana. Proses tersebut meliputi banyak variabel yang terhimpun dalam sikap atau penilaian seseorang terhadap sesuatu (Prasetyo, 2003).
B. Perawatan Gigi Anak
Banyak yang mengeluh bahwa perawatan gigi anak, terutama anak balita, sulit dan memerlukan banyak waktu. Keluhan tersebut dapat dimengerti karena sebagian besar anak tidak mau diperiksa giginya dan banyak orang tua yang belum sadar akan perlunya perawatan gigi anak. Selain itu juga biaya perawatan gigi yang cukup tinggi dan anak harus berkalai-kali datang.
Biasanya anak hanya akan dibawah ke dokter gigi bila mengeluh sakit gigi, padahal kalau anak mengeluh sakit gigi, boleh dipastikan bahwa gigi anak tersebut sudah berlubang dan cukup dalam (Ismu Suwelo, 1997).
Sebagian dokter gigi juga enggan atau selalu mangalami kesulitan bila merawat gigi anak. Padahal keadaan gigi anak yang dijumpai di klinik sudah parah dan anak menderita sakit gigi anak jadinya memerlukan banyak waktu dan biaya. Telah diketahui bahwa gigi sulung berperan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan muka, yang berkaitan dengan fungsi mengunyah, membentuk propel, dan petunjuk arah gigi tetapnya yang akan erupsi. Kalau gigi sulung rusak atau anak menderita sakit gigi sampai demam, maka selain terganggunya kesehatan umum, yang berakibat terganggunya pertumbuhan dan perkembangan anak juga, dan pertumbuhan dan perkembangan anak akan terganggunya selain itu secara emosional anak mengeluh sakit gigi dan akan menjadi persoalan keluarga, anak mengeluh sakit gigi tapi tidak mau dibawah ke dokter gigi karena takut. Demikian juga dengan orang tuanya tidak mau membawa ke dokter gigi dengan alasan tertentu (Ismu Suwelo, 1997).
Begitu kompleksnya perawatan gigi anak dilihat dari pihak dokter gigi, orang tua dan anak serta keadaan sosial ekonomi keluarga, sehingga gigi anak disepelehkan atau kurang diperhatikan pada umumnya memang gigi orang dewasa apalagi anak belum mendapat prioritas pelayanan kesehatan yang memadai. Padahal kualitas sumber daya manusia perlu ditingkatkan untuk bisa bersaing dalam era penuh persaingan disegala bidang saat ini. Bila diamati bagaimana kita bisa meningkatkan sumber daya manusia tanpa memperhatikan kualitas kesehatan gigi anak sejak dini. Keluhan dan bukti sudah menunjukkan bahwa gigi juga merupakan faktor penentu bagi remaja untuk diterima sebagai calon taruna AKABRI dan juga sabagai karyawan swasta sehubungan dengan asuransi kesehatan (Ismu Suwelo, 1997).
1. Sikap dan Perilaku Anak Pada Perawatan GigiMenurut Shire dan Fogels (1962) cit. Soegiyono (1990) ada beberapa tingkah laku anak yang selanjutnya disebut “Frankle Behavior Ratino Scale” yang dibedakan atas 4 kategori ;
Jelas negatif ditunjukkan dengan menolak perawatan, menagis takut atau bermacam-macam hal yang kesemuanya itu menunjukkan hal yang negatif.
Negatif hal ini ditunjukkan dengan ketidak kooperatifnya anak dengan dokter gigi, seperti sikap bersungguh-sungguh tidak menjawab pertanyaaan dan sebaliknya.
Positif perawatan dapat dilaksanakan tetapi kadang-kadang agar suka walau masih mau menuruti kehendak dokternya.
Jelas positif dapat bekerja sama dengan baik nasehat dokter gigi diperhatikan dan menimbulkan situasi yang menyenangkan.
Menurut Soegiyono (1990) untuk melakukan perawat diperlukan suatu kerja sama antara dokter gigi dan penderita. Hampir semua anak diajak bekerja sama asal pendekatan antara anak dan dokter giginya diperhatikan. Berdasarkan pengalaman di praktek pribadi, hal-hal berikut ini sering dijumpai dan dapat menyulitkan perawatan gigi pada anak-anak.
Sangat tdak terkontrolAnak usia muda antara 3-6 tahun mempunyai sifat tidak terkontrol. Pada anak yang baru pertama dibawah ke dokter gigi kadang-kadang reaksinya sudah terlihat pada waktu masih di ruang tunggu. Reaksinya berupa tangisan keras menyepak-nyepak, menendang kakinya, memukul tangan ibunya.
MelawanSikap melawan dapat di jumpai pada semua umur. Manifestasinya dengan ucapan-ucapan tidak mau setiap akan dimulai perawatan. Biasanya sifat ini dibawah oleh anak ini sering bertingkah laku yang sama. Anak dengan tingkah laku ini mempunyai keberanian yang cukup.
Pemalu
Anak pemalu masih lebih dapat diterima, dari pada anak yang melawan, asal dokter menghadapinya harus dengan cara yang cepat. Sifat ini dapat ditunjukan dengan berlindung pada ibunya, menarik-narik ibunya, mencari-cari alasan.
TegangTingkah laku anak yang tegang, berada dalam negatif dan positif. Pada umumnya dapat menerima perawatan, dapat dikenali dengan gerak-gerak, suara bergetar, matanya selalu mengikuti perubahan sikap dokternya atau asistennya.
Menangis berkepanjanganAnak yang menangis berkepajangan akan menunjukkan sifat dapat diajak bekerja sama. Tangisannya menunjukkan manifestasinya reaksinya tetapi ia tidak melawan waktu diadakan perawatan (Soegiyono, 1990).
2. Hubungan Anak dengan Dokter Gigi/ Perawat Gigi
Anak kecil membutuhkan kasih sayang dan bimbingan dari orang tua mereka. Kasih sayang itu penting dan itu berarti mencurahkan waktu untuk menciptakan hubungan satu sama lain dengan anak anda. Akan tetapi, hal itu tidak selalu berarti membiarkan ia melakukan apa yang diinginkan. Bermain melihat-lihat buku dan membaca sebuah cerita untuknya sangat penting dan anda harus meluangkan waktu untuk kegiatan ini. Tetapi, anak anda juga harus belajar bahwa ada saatnya anda melakukan hal-hal lain. Dua diantara hal terpenting yang harus diperlihatkan dalam kaitannya dengan anak anda adalah kejujuran dan kekonsistenan (Addy, P.A, 1993)
Menurut Andlaw (1996) kebanyakan pasien merasa cemas pada kunjungan pertama ke dokter gigi. Tujuan yang paling penting bagi dokter gigi dan stafnya adalah menghilangkan rasa cemas ini. Resepsionis harus menyambut anak dengan bersahabat dan gembira, ruang tunggu harus diisi dengan suatu tentang anak. Jadi keseluruhan lingkungan tempat penerimaan ruang tunggu harus mampu berkomunikasi persahabatan dan penyambutan yang hangat. Satu hal yang harus diingat bahwa dalam keperawatan anak, klien anda bukan hanya anak-anak semata, tetapi juga orang tua (Supartini, 2004).
Kebanyakan dokter gigi atau perawat gigi menangani pasien secara halus, dan tidak melaksanakan pemakaian kekerasan, kebanyakan dokter gigi atau perawat gigi anak sekali-sekali memakai ketidaksabaran secara paksa melakukan penekanan memakai tangan secara sengaja untuk dapat menjalani tingkat perawatan atau mengatasi pasien anak yang sulit untuk duduk dikursi gigi menyampaikan sikap berpura-pura (Noerdin, 2002).
Hubungan anak dengan dokter gigi atau perawat gigi harus berupa hubungan yang menggembirakan sejak semula atau kunjungan pertama. Makin cepat pembentukan hubungan ini pada kehidupan anak, sehingga makin mudah antara anak dan dokter atau perawat gigi harus memasukkan segenap perhatian usaha menjelaskan kepada orang lain, tentang pentingnya membawa anak usia sekolah ke dokter gigi hanya sedikit anak merasa takut karena cerita-cerita seram tentang kunjungan ke dokter gigi. Anak yang sudah menjadi kawan dari dokter gigi atau perawat gigi sebelum mendapat pengaruh buruk (Yuwono, at. Forrest and Fids,1995).
3. Penanganan rasa takut anak dalam perawatan gigi
Menurut Hendrastuti (2003) sikap dan tingkah laku anak pada saat akan dilakukan perawatan di klinik dapat ditangani secara psikologis.
Menurut Soemartono (2003) penanganan rasa takut dapat di tangani antara lain ;
1). Tell ‘show do’Teknik ini merupakan dengan menceritakan perawatan dan memperlihatkan beberapa bagian perawatan pada anak bagaimana mengerjakannya. Perlu dilakukan pujian untuk memberi penguatan tingkah laku yang baik.
2). Hand Over MouthBiasanya cara ini dilakukan pada anak yang tidak kooperatif dan bersifat melawan pada perawatan yang akan dilakukan. Teknik ini dilakukan dengan cara meletakkan tangan diatas dengan kendali suara dengan mengatakan bahwa tangan anak ini diangkat segera setelah anak berhenti menangis.
3.) DesensitasiSering dilakukan oleh ahli psikologi untuk melawan rasa yaitu melatih paisen untuk rileks.
4.) ModelingDapat dilakukan dengan mengikuti sertakan anak untuk mengamati anak lain menjalani perawatan dan memperlihatkan tingkah laku yang baik.
5). Penguatan PositifPenghargaan dan hukuman dari lingkungannya bentuk hadiah yang penting adalah kasih sayang dan pengakuan yang diperolehnya.
6). Pengendalian fisikSuatu teknik yang digunakan untuk menahan gerakan mulut dan fisik anak selama perawatan gigi, dapat dilakukan dengan tangan dan ikat pinggang (Hendrastuti, 2003).
Menurut Barnes (1994) setiap dokter memiliki barbagai teknik pemeriksaan yang dikembangkan berdasarkan pengalamannya masing-masing pada anak yang sudah besar, kerjasama dapat dimulai dengan bujukan, percakapan, bahkan diskusi tentang minat mereka. Untuk anak anda dapat menenangkan dan menaruh perhatian mereka dengan barang-barang menarik anak yang berusia 2-4 tahun seringkali akan tertarik dan tetap tenang jika mendengar anda bercerita, terutama tentang binatang, dan sesekali tanyakan pendapat mereka mengenai binatang tersebut. Seorang anak berusia 2 tahun kadang-kadang telah dapat dibujuk, pemberian barang apapun biasanya disukai oleh anak (Barness, 1994).
Terjadinya kerja sama antara dokter gigi anak dan orang tua memang perlu dilakukan. Hal ini terutama untuk mencari kesempatan serta kerja sama dalam melakukan perawatan baik dilakukan di klinik maupun dilanjutkan dirumah (Heriandi, 2002).
C. Peranan Orang Tua Terhadap Perawatan Gigi Anak
Keberhasilan perawatan gigi anak tidak lepas dari kerja sama antara beberapa pihak, dalam hal ini diperlukan peran serta orang tua. Adapun peranan orang tua terhadap keberhasilan perawatan gigi anak yaitu :
Orang tua sebagai teladan yang akan dijadikan oleh seorang anak sebagai panutan yang akan memberikan contoh yang baik terhadap perawatan gigi anak.
Orang tua berperan sebagai kontroler untuk tetap mengawasi anaknya untuk tetap memperhatikan kebersihan giginya.
Orang tua sebagai figur yang dapat memberikan pemahaman yang lebih baik kepada anak tentang apa yang baik untuk perawatan gigi anak.
Orang tua sebagai motivator yang akan selalu memberikan bimbingan kepada seorang anak untuk tetap memperhatikan kebersihan giginya.
Hal ini dapat terlihat pada anak yang takut dan tidak mau dicabut giginya, dimana orang tua dituntut untuk tetap memberikan motivasi dan arahan yang baik perihal tentang giginya, sehingga anak akan terpacu dan tidak menghawatirkan atau takut jika akan memeriksakan giginya.
Tulisan di atas berbentuk Karya Tulis ilmiah, anda dapat mendownloadnya dengan mengklik nama di bawah ini, namun sebelum itu anda dapat like facebook kami sebelum mendownload. Filenya. makasih sebelumnya.