MAKALAH LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK ATAU penyakit kolagen
I. PENDAHULUAN
Penyakit lupus eritematosus termasuk penyakit kolagen, penyakit
kolagenosis, penyakit mesenkhim. Menurut klasifikasi oleh KLEMPERER,
yang termasuk golongan tersebut selain lupus eritematosus antara lain ;
skleroderma, dermatomiositis, arthritis rematika, demam rematik dan
poliarthritis. Klasifikasi tersebut berdasarkan atas degenerasi
fibrinoid serat-serat kolagen yang luas yang terdapat di dalam jaringan
mesenkhikm. Kelainan serat kolagen dan serat fibrin menimbulkan
manifestasi klinis yang berlainan. Yang sama ialah, bahwa semua penyakit
pada golongan ini merupakan satu kompleks respon autoimun, disini hanya
akan dibahas lupus eritematosus sistemik (1).
Lupus sebernanya telah dikenal kurang dari seabad lalu. Kala itu,
penyakit itu dikira gigitan anjing hutan. Dugaan itulah yang menyebabkan
penyakit ini kemudian disebut lupus yang berarti anjing hutan dalam
bahasa latin. Dalam perkembangan selanjutnya, lupus menyebar ke seluruh
organ di dalam tubuh, maka muncullah sebutan lupus eritematosus sistemik
(LES) itu (2).
Perjalanan penyakit ini dapat ringan atau berat, secara terus menerus, dengan kekambuhan yang menimbulkan kerusakan jaringan akibat proses radang yang ditimbulkannya. Sekitar 80 % kelainan melibatkan jaringan persendian, kulit dan darah ; 30-50 % menyebabkan kelainan ginjal, jantung dan sistem saraf, serta 10-20 % menyebabkan trombosis arteri dan vena yang berhubungan dengan anti-bodi anti-kardiolipin 1,2,4,5 α. Prevalensi lupus eritematosus sistemik di antara etnik adalah wanita kulit hitam 1 : 250, wanita kulit putih 1 : 4300 dan wanita cina 1 : 10001,2 α (3).
Perjalanan penyakit ini dapat ringan atau berat, secara terus menerus, dengan kekambuhan yang menimbulkan kerusakan jaringan akibat proses radang yang ditimbulkannya. Sekitar 80 % kelainan melibatkan jaringan persendian, kulit dan darah ; 30-50 % menyebabkan kelainan ginjal, jantung dan sistem saraf, serta 10-20 % menyebabkan trombosis arteri dan vena yang berhubungan dengan anti-bodi anti-kardiolipin 1,2,4,5 α. Prevalensi lupus eritematosus sistemik di antara etnik adalah wanita kulit hitam 1 : 250, wanita kulit putih 1 : 4300 dan wanita cina 1 : 10001,2 α (3).
II. DEFINISI
§ Lupus adalah suatu kondisi inflamasi kronik yang disebabkan oleh penyakit autoimun (4).
§ Penyakit lupus merupakan penyakit kelebihan kekebalan tubuh. Penyakit lupus terjadi akibat produksi anti-bodi yang berlebihan, sehingga tidak berfungsi menyerang virus, kuman atau bakteri yang ada di tubuh, melainkan justru menyerang sistem kekebalan sel dan jaringan tubuh sendiri (2). Jika jaringan kulit saja yang terlibat, disebut diskoid lupus, jika organ-organ dalam turut terlibat, ia dikenali sebagai lupus eritematosus sistemik (5).
§ Penyakit lupus merupakan penyakit kelebihan kekebalan tubuh. Penyakit lupus terjadi akibat produksi anti-bodi yang berlebihan, sehingga tidak berfungsi menyerang virus, kuman atau bakteri yang ada di tubuh, melainkan justru menyerang sistem kekebalan sel dan jaringan tubuh sendiri (2). Jika jaringan kulit saja yang terlibat, disebut diskoid lupus, jika organ-organ dalam turut terlibat, ia dikenali sebagai lupus eritematosus sistemik (5).
III. PATOGENESIS
Hubungan antara lupus dan patogenesis masih
kontroversial, karena komponen komplemen dan imunoglobulin, termasuk
kompleks penghancur membran, dapat dijumpai kedua kulit non-lesi dan
lesi pada pasien lupus eritematosus sistemik (6).
Pada manusia normal, sistem kekebalan tubuh biasanya
akan membuat anti-bodi yang fungsinya melindungi tubuh dari berbagai
macam serangan virus, kuman, bakteri maupun benda asing lainnya
(anti-gen). Pada penyakit autoimun seperti lupus, sistem kekebalan tubuh
seperti kehilangan kemampuan melihat perbedaan antara substansi asing
dengan sel maupun jaringan tubuhnya sendiri. Pada lupus, produksi
anti-bodi yang seharusnya normal menjadi berlebihan. Akibatnya,
anti-bodi ini tidak lagi berfungsi untuk menyerang virus, kuman atau
bakteri yang ada di tubuh, tetapi justru menyerang sistem kekebalan sel
dan jaringan tubuhnya sendiri. Anti-bodi seperti ini disebut auto
anti-bodi. Ia bereaksi dengan anti-gen membentuk immune complex/ komplek
imun (7).
Dapat berupa gangguan klirens kompleks imun besar yang
larut, gangguan pemrosesan komplek imun dalam hati dan penurunan uptake
kompleks imun pada limpa. Gangguan-gangguan ini memungkinkan
terbentuknya deposit kompleks imun di luar sistem fagosit mononuklear.
Kompleks imun ini akan mengendap pada berbagai macam organ dengan akibat
terjadinya fiksasi komplemen pada organ tersebut. Peristiwa ini
menyebabkan aktivasi komplemen yang menghasilkan substansi penyebab
timbulnya reaksi radang. Reaksi radang inilah yang menyebabkan timbulnya
keluhan atau gejala pada organ atau tempat yang bersangkutan seperti
ginjal, sendi, pleura, pleksus koroideus, kulit dan sebagainya (8).
IV. ETIOLOGI
Hingga kini, faktor penyebab hadirnya lupus di tubuh
belum diketahui secara pasti. Namun beberapa penelitian kemungkinan
lupus hadir melalui beberapa faktor diantaranya (7) :
- Faktor Lingkungan
- Infeksi
- Stress
- Makanan
- Antibiotik (khususnya kelompok sulfa & penisilin)
- Ultraviolet
- Penggunaan obat-obat tertentu (7).
- Faktor Genetik
Sampai saat ini, tidak diketahui gen-gen yang menjadi
penyebabnya, lupus diturunkan angkanya relatif kecil, kemungkinan hanya
10 % (7).
- Faktor Hormon
Faktor hormonal bisa menjelaskan mengapa kaum hawa lebih
sering terkena lupus dibanding pria. Meningkatnya angka pertumbuhan
penyakit lupus sebelum periode menstruasi atau selama masa kehamilan
mendukung keyakinan bahwa hormon, khususnya estrogen, menjadi pencetus
lupus (7).
- Faktor Sinar Matahari
Sinar matahari memancarkan sinar ultraviolet yang dapat
merangsang peningkatan hormon estrogen yang cukup banyak sehingga
mempermudah terjadinya reaksi autoimun (7).
V. JENIS-JENIS LUPUS
- Lupus Eritematosus Diskoid
· Paling sering menyerang dan merupakan lupus kulit dengan manifestasi beberapa jenis kelainan kulit (2).
· Kelainan biasanya berlokalisasi simetrik di muka (terutama hidung, pipi), telinga atau leher (1).
· Ruam
kulit berupa makula eritem, berbatas jelas dengan sumbatan keratin pada
folikel-folikel rambut (follicular plugs). Bila ruam atau lesi di atas
hidung dan pipi berkonfluensi dapat seperti kupu-kupu (Butterfly
Erythema) (1).
· Ruam
biasanya tidak nyeri dan bukan penyakit gatal, tetapi bekasnya dapat
menyebabkan hilangnya rambut permanen. 5-10 % pasien dengan lupus
diskoid dapat berkembang menjadi lupus eritematosus sistemik (4).
· Ruam ini pulih dengan meninggalkan parut, diskoid lupus tidak serius dan jarang sekali melibatkan organ-organ lain (4).
- Lupus Eritematosus Sistemik
· Kriteria A.R.A (The American Rheumatism Association) 1982 :
1. Eritema fasial (butterfly rash)
2. Lesi diskoid
3. Fotosensitivitas
4. Ulserasi di mulut dan rinofaring
5. Arthritis (non erosif, mengenai dua atau lebih sendi perifer)
6. Serositis (pleuritis, pericarditis)
7. Kelainan ginjal :
- Proteinuri 0,5 g/dl atau > 3+
- Cellular cast : sel darah merah, Hb, granular, tubular atau mix
8. Kelainan neurologi : (kelelahan, psikosis)
9. Kelainan darah :
- Hemolitik anemia dengan retikulosit
- Leukopenia : <>mL
- Trombositopenia <>mL
10. Kelainan imunologi :
- Anti- DNA
- Anti-Sm
- Positif semu test serologik untuk sifilis
11. Anti-bodi antinuklear (8).
· Gejala atau Simptom
1. Sakit pada sendi (arthralgia) 95 %
2. Demam di atas 38oC 90 %
3. Bengkak pada sendi (arthritis) 90 %
4. Penderita sering merasa lemah, kelelahan (fatigue)
berkepanjangan 81 %
5. Ruam pada kulit 74 %
6. Anemia 71 %
7. Gangguan ginjal 50 %
8. Sakit di dada jika menghirup nafas dalam 45 %
9. Ruam bebentuk kupu-kupu melintang pada pipi dan hidung 42 %
10. Sensitif terhadap cahaya sinar matahari 30 %
11. Rambut rontok 27 %
12. Gangguan abnormal pembekuan darah 20 %
13. Jari menjadi putih/biru saat dingin (Fenomena Raynaud’s) 17 %
14. Stroke 15 %
15. Sariawan pada rongga mulut dan tenggorokan 12 %
16. Selera makan hilang > 60 % (7)
- Lupus Obat
§ Timbul
akibat efek samping obat akan sembuh sendiri dengan memberhentikan obat
terkait, biasanya pemakaian obat hydralazine (obat hipertensi) dan
procanamide (untuk mengobati detak jantung yang tidak teratur)
§ Hanya 4 % dari orang yang mengkonsumsi obat-obat yang bakal membentuk anti-bodi penyebab lupus (2).
VI. DIAGNOSA
Karena pasien dengan lupus eritematosus sistemik bisa
memiliki gejala yang sangat bervariasi dan kombinasi keterlibatan organ
yang berbeda, tidak ada pengujian tunggal yang dapat mendiagnosa lupus
sistemik. Untuk membantu keakuratan diagnosis lupus eritematosus
sistemik, sebelas kriteria diterbitkan oleh asosiasi reumatik Amerika.
Kesebelas kriteria tersebut berkaitan dengan gejala-gejala yang di
diskusikan diatas. Beberapa pasien yang dicurigai menderita lupus
eritematosus sistemik mungkin tidak pernah memenuhi kriteria yang cukup
untuk diagnosis defenitif. Pasien yang lain mungkin mengumpulkan
kriteria yang cukup hanya dalam beberapa bulan atau tahun setelah
observasi. Jika seseorang memenuhi empat atau lebih kriteria berikut,
diagnosis lupus eritematosus sistemik sangat mungkin. Namun demikian,
diagnosis lupus eritematosus sistemik dapat ditegakkan pada pasien
dengan kondisi tertentu dimana hanya sedikit kriteria yang dapat
dipenuhi. Pada pasien-pasien tersebut, kriteria yang lain dapat
berkembang kemudian, tapi pada kebanyakan kasus tidak demikian (4).
Sebelas kriteria yang digunakan untuk mendiagnosis lupus eritematosus sistemik :
o Ruam kemerahan berbentuk kupu-kupu di daerah pipi atau muka.
o Ruam diskoid : bercak-bercak kemerahan yang dapat menyebabkan parut.
o Fotosensitivitas : ruam kulit akibat reaksi terkena matahari.
o Ulkus pada membran mukosa : ulkus daerah mulut, hidung atau tenggorokan.
o Arthritis : pembengkakan pada dua atau lebih sendi-sendi di ekstremitas.
o Pleuritis
dan Perikarditis : peradangan pada jaringan ikat yang membungkus
jantung atau paru-paru, biasanya berkaitan dengan nyeri dada saat
bernafas.
o Gangguan ginjal : terdapatnya jumlah proteinuri yang abnormal.
o Iritasi otak : ditunjukkan dengan adanya kejang dan psikosis.
o Hitung darah yang tidak normal : ditemukannya leukosit, eritrosit dan trombosit yang rendah.
o Gangguan
imunologis : pengujian imun yang abnormal termasuk anti-bodi anti-DNA
atau anti-Sm (Smith), positif semu pada pengujian darah untuk sifilis,
anti-bodi anti-kardiolipin, uji LE positif.
o Anti-bodi antinuklear : pengujian anti-bodi ANA positif (4).
Sebagai tambahan dari sebelas kriteria tersebut,
pengujian lainnya dapat membantu mengevaluasi pasien dengan lupus
eritematosus sistemik untuk menentukan keparahan organ-organ yang
terlibat. Termasuk diantaranya darah rutin dengan laju endap darah,
pengujian kimia darah, analisa langsung cairan tubuh lainnya, serta
biopsi jaringan. Kelainan cairan tubuh dan sampel jaringan dapat
membantu diagnosis lanjut lupus eritematosus sistemik (4).
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Patologi Anatomi
§ Epidermis atrofi
§ Degenerasi pada junction dermal-epidermal
§ Dermis edema
§ Infiltrat limfositosis dermal
§ Degeneratif fibrinoid dari jaringan konektif dan dinding pembuluh darah (9).
2. Imunofloresensi Kulit
§ LBT (lupus band test)
§ Direct imunofloresensi demonstrasi IgG, IgM, C3 (9).
3. Serologi
§ ANA positif
§ Anti double strand DNA antibodies
§ Anti-Sm antibodies dan rRNP antibodies specific
§ Anti-kardiolipin auto anti-bodi (9).
4. Hematologi
§ Anemia
§ Limpopenia
§ Trombositopenia
§ Elevasi ESR
5. Urinalisa
§ Proteinuria (9).
VIII. KOMPLIKASI LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK
1. Serangan pada Ginjal
§ Kelainan ginjal ringan (infeksi ginjal)
§ Kelainan ginjal berat (gagal ginjal)
§ Kebocoran ginjal (protein terbuang secara berlebihan melalui urin) (7).
2. Serangan pada Jantung dan Paru
§ Pleuritis
§ Pericarditis
§ Efusi pleura
§ Efusi pericard
§ Radang otot jantung atau Miocarditis
§ Gagal jantung
§ Perdarahan paru (batuk darah) (7).
3. Serangan Sistem Saraf
a. Sistem saraf pusat
§ Cognitive dysfunction
§ Sakit kepala pada lupus
§ Sindrom anti-phospholipid
§ Sindrom otak
§ Fibromyalgia (7).
b. Sistem saraf tepi
§ Mati rasa atau kesemutan di lengan dan kaki
c. Sistem saraf otonom
§ Gangguan
suplai darah ke otak dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak, dapat
menyebabkan kematian sel-sel otak dan kerusakan otak yang sifatnya
permanen (stroke). Stroke dapat menimbulkan pengaruh sistem saraf otonom
(7).
4. Serangan pada Kulit
§ Lesi parut berbentuk koin pada daerah kulit yang terkena langsung cahaya disebut lesi diskoid
§ Ciri-ciri lesi spesifik ditemukan oleh Sonthiemer dan Gilliam pada akhir 70-an :
- Berparut,
berwarna merah (erythematosus), berbentuk koin sangat sensitif terhadap
sengatan matahari. Jenis lesi ini berupa lupus kult subakut/cutaneus
lupus subacute. Kadang menyerupai luka psoriasis atau lesi tidak
berparut berbentuk koin.
- Lesi dapat terjadi di wajah dengan pola kupu-kupu atau dapat mencakup area yang luas di bagian tubuh
§ Lesi non spesifik
- Rambut rontok (alopecia)
- Vaskullitis
: berupa garis kecil warna merah pada ujung lipatan kuku dan ujung
jari. Selain itu, bisa berupa benjolan merah di kaki yang dapat menjadi
borok (7).
- Fotosensitivitas : pipi menjadi kemerahan jika terkena matahari dan kadang di sertai pusing.
5. Serangan pada Sendi dan Otot
- Radang sendi pada lupus
- Radang otot pada lupus
6. Serangan pada Mata
7. Serangan pada Darah
§ Anemia
§ Trombositopenia
§ Gangguan pembekuan
§ Limfositopenia
8. Serangan pada Hati
IX. PENATALAKSANAAN
1. Serangan pada Ginjal
§ Urinalisis
§ Creatinin clearence test
§ BUN
§ Sinar X
§ Biopsi ginjal
§ Therapi :
Kortikosteroid (Prednison, Prednisolone, Metilprednisolone)
Sitostatik/Imunosupresif (Azatioprin, Siklofosfamide)
§ Hemodialisa (7).
2. Serangan pada Jantung dan Paru
§ Semua pasien lupus mengalami serangan batuk secara tiba-tiba atau rasa sakit di dada harus segera memberitahu dokter.
§ Masalah jantung dan paru yang berkaitan dengan lupus dapat di obati namun, tetap harus ditindak lanjuti secara seksama (7).
3. Serangan Sistem Saraf
§ Pengobatan sistem saraf lupus tergantung dari gejalanya.
§ Pengobatan
dapat menggunakan : steroid, imunosupresan, anti koagulan, antibiotik,
anti konvulsan, anti depresi, konsultasi dengan psikiater, atau operasi
pembedahan.
§ Pada banyak pasien lupus, keterlibatan sistem saraf tidak bisa disembuhkan sama sekali (7).
4. Serangan pada Kulit
§ Pengobatan
penyakit kulit akibat lupus eritematosus sistemik dapat menggunakan :
cream steroid, plester steroid untuk menutup luka lupus, atau dengan
suntikan steroid dosis tinggi.
§ Untuk
luka akibat lupus yang menyebar luas, sering diobati dengan
hidroksikhloroquin (plaquenil) atau di kombinasi dengan steroid oral
dosis tinggi untuk waktu yang singkat.
§ Cream pelindung matahari digunakan untuk mencegah luka kulit lupus.
§ Sebaiknya odapus menghindari paparan sinar matahari secara langsung dalam waktu yang lama (7).
5. Serangan pada Sendi dan Otot
§ Radang sendi pada lupus dapat diobati : NSAIDs, seperti aspirin, ibuprofen, dan naproxen.
§ Bila
tidak efektif dapat digunakan obat-obatan anti malaria seperti
hidroksihloroquin (plaquenil) efektif untuk mengobati gejala kulit dan
sendi yang biasa terjadi pada lupus eritematosus sistemik.
§ Anti malaria juga dapat meredakan gejala ruam kulit dan sendi pada pasien lupus (7).
X. KESIMPULAN
Lupus merupakan suatu kondisi inflamasi kronik yang
disebabkan oleh penyakit autoimun. Ia muncul karena adanya aktivitas
sistem kekebalan tubuh (zat anti-bodi) yang berlebihan. Anti-bodi yang
sebenarnya adalah benteng pertahanan terhadap berbagai gangguan
penyakit, pada lupus justru bertingkah “aneh”. Salah satu faktor di
bagian kulit adalah pengaruh cahaya sinar matahahari.
Tahap awal gejala yang ditimbulkan mirip gejala penyakit
pada umumnya, misalkan demam tinggi, peradangan pada kulit, sariawan,
radang sendi atau radang pada sendi dan otot. Tidak heran jika banyak
orang yang menduga bahwa dirinya hanya sekedar mengalami gangguan
kesehatan biasa, seperti rematik, tifus atau gejala penyakit lain. Oleh
karena itu, lupus kerap dijuluki sebagai “si peniru ulung”.
Menghadapi kasus lupus diperlukan banyak penanganan
berbeda. Namun yang terpenting, jika seseorang diketahui telah menemukan
empat dari sebelas kriteria lupus diatas, hendaknya segera memeriksakan
diri secara seksama ke dokter untuk mendapat perawatan intensif serta
pengobatan yang cepat dan tepat guna.
DAFTAR PUSTAKA
1. Editor : Prof. DR. Adhi Juanda. Anggota Editor : dr. Mochtar hamzah,
DR. Siti Aisah. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi Ketiga. Bagian
Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI. Jakarta, 1999.
2. Odapus, Orang dengan Penderita Lupus. Available at : http//www.indosiar.com
3. Manifestasi Neurologik pada Lupus Eritematosus Sistemik. Available at : http//www.tempo.co.id/medika/arsip
4. Systemic Lupus Eritematosus. Available at : http//www.medicinet.com/systemic_lupus
5. Penyakit Sistemik Lupus Erythematosus. Available at : http//www.geocities.com/alam_penyakit/ PenyakitSistemikLupusErithematosus.htm
6. Ppatoghenesis Lupus Erythematosus. Available at : http//www.thedoctordoctor.com/disease
7. Tiara Savitri, dalam Aku & Lupus. Puspa Swara.
8. Editor : Prof. dr. H. M. Sjaiffoellah Noer dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi Ketiga. Penerbit ; Balai Penerbit FKUI. Jakarta, 1996.
9. Fitzpatrick’s in : Color Atlas and Synopsisof Clinical Dermatology. Fifth Edition.
10. Charles D. Forbes, William F. Jackson in : Illustrated Pocket Guide to Clinical Medicine. Second Edition 2004. Mosby
2. Odapus, Orang dengan Penderita Lupus. Available at : http//www.indosiar.com
3. Manifestasi Neurologik pada Lupus Eritematosus Sistemik. Available at : http//www.tempo.co.id/medika/arsip
4. Systemic Lupus Eritematosus. Available at : http//www.medicinet.com/systemic_lupus
5. Penyakit Sistemik Lupus Erythematosus. Available at : http//www.geocities.com/alam_penyakit/ PenyakitSistemikLupusErithematosus.htm
6. Ppatoghenesis Lupus Erythematosus. Available at : http//www.thedoctordoctor.com/disease
7. Tiara Savitri, dalam Aku & Lupus. Puspa Swara.
8. Editor : Prof. dr. H. M. Sjaiffoellah Noer dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi Ketiga. Penerbit ; Balai Penerbit FKUI. Jakarta, 1996.
9. Fitzpatrick’s in : Color Atlas and Synopsisof Clinical Dermatology. Fifth Edition.
10. Charles D. Forbes, William F. Jackson in : Illustrated Pocket Guide to Clinical Medicine. Second Edition 2004. Mosby