BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
A. Mengetahui Rasa Takut
Takut merupakan suatu perasaan yang
bisa dialami oleh setiap orang dalam kehidupannya setiap hari. Takut
sering berhubungan erat.Saat orang merasa takut akan sesuatu, walaupun
perasaan takut merupakan sesuatu perasaan gelisah terhadap suatu yang
diharapkan.. Sebaliknya rasa takut merupakan respon terhadap sesuatu
bahaya yang timbul pada saat ini. Maka di sini rasa takut berkaitan erat
dengan di sini dan sekarang (masa kini).
Rasa takut yang dialami anak adalah
hal biasa. Namun, ada baiknya Anda membantu mengatasinya agar ketakutan
tersebut tak berlanjut menjadi fobia. Merasa takut dalam situasi
tertentu yang tidak nyaman, tentu tidak pernah menyenangkan. Namun,
ketakutan sebenarnya merupakan suatu keadaan alamiah yang membantu
individu melindungi dirinya dari suatu bahaya, sekaligus memberi
pengalaman baru. Bahkan, pada anak-anak, perasaan seperti ini tidak
hanya normal, tetapi juga sangat dibutuhkan.Merasakan dan mengatasi
rasa.takut dapat membantu anak-anak mempersiapkan diri untuk menghadapi
pengalaman-pengalaman yang membingungkan dan situasi yang menantang
dalam kehidupan. Memiliki ketakutan terhadap hal-hal tertentu sebenarnya
bisa membantu untuk menjaga tingkah lakunya.
1. Pengertian dan Perbedaan Rasa Takut
Rasa takut adalah emosi primer yang
diperoleh bayi setelah lahir. Rasa takut merupaka respon primitif dan
merupakan suatu mekanisme protektif untuk melindungi seseorang dari
bahaya dan peng rusakan diri. Rasa takut dapat digunakan untuk
menghindarkan anak dari keadaan bahaya, baik fisik maupun sosial.Rasa
takut kebanyakan diperoleh pada masa anak dan remaja, dan rasa takut ini
menetap sampai dewasa. Rasa takut lebih banyak ditemukan pada
anak perempuan daripada laki-laki. (E Arlia Budiyanti, Yuke Yulianingsih H, 2001).
Rasa takut juga dapat didefenisikan
sebagai suatu unsur utama dari perasaan, dalam kehidupan dan merupakan
naluri yang memperingatkan manusia akan adanya bahaya agar siap
melindungi dan mempertahankan diri dari ancaman tersebut. (Fajriani
Hendrastuti, 2003)
Rasa takut adalah sifat kepribadian
dan dapat berubah kebimbangan, ketegangan, atau kegelisahan yang
berasal dari antisipasi terhadap bahaya,yang sumbernya umumnya tidak
diketahui dan tidak dikenal
2. Macam-Macam Rasa Takut
Rasa takut pada anak ada dua macam yaitu : (Fajriani Hendrastuti, 2003)
1. Rasa Takut Subyektif
Rasa takut subyektif merupakan rasa takut
yang bersifat sugesti yaitu adanya rasa takut yang timbul oleh
cerita-cerita dan pengalaman orang lain, tanpa seorang anak pernah
mengalaminya. Rasa takut ini didapatkan terutama oleh orangtua dan
lingkungan sekitarnya,dapat pula timbul karena pengaruh menonton
televisi, karikatur, radio dab buku yang biasanya tersimpan dalam
pikiran seorang anak yang dapat menimbulkan rasa takut akibat image yang
salah. Seorang anak belum mempunyai banyak pengalaman sehingga jika ada
orang yang bercerita atau melihat sesuatu yang menyakitkan, dalam diri
seorang anak akan berkembang rasa takut yang berkesan dalam pikiran dan
imajinasinya yang hidup sehingga sesuatu dapat menjadi hebat dan besar,
karena seorang anak sangat peka terhadap sugesti. Rasa takut seorang
anak biasanya akan hilang apabila dapat dibuktikan atau diyakinkan bahwa
suatu obyek atau hal itu tidak sesuai dengan yang dipikirkannya.
2. Rasa Takut Objektif
Merupakan rasa takut yang dirasakan
sendiri oleh penderita yang disebabkan oleh rangsangan fisik yang
langsung diterima oleh panca indera anak. Tanda-tanda fisik yang nampak
pada seseorang apabila dalam keadaan takut berupa peningkatan debaran
jantung, ketegangan otot dan tanda-tanda emosi lainnya. Rasa takut
obyektif juga dapat bersifat asosiatif seperti seperti pengalaman yang
dialami seorang anak yang tidak adanya hubungannya dengan sakit gigi,
misalnya anak pernah dirawat dirumah sakit dan mengalami hal-hal yang
tidak menyenangkan, pengalaman ini membuat anak merasa takut apabila
melihat orang yang berbaju putih. Adanya rasa takut dapat merendahkan
ambang rasa sakit, sehingga rasa sakit yang ringan saja dapat membuat
ketakutan yang meningkat.
B. Tingkah Laku Anak Saat Perawatan Gigi
4 kategori tingkah laku anak yang di kenal oleh Frankl dkk adalah: (G.G.Kent, A.S. Blinkhorn, 2005)
- Sangat negatif : menolak perawatan, meronta-ronta dan membantah, amat takut, menangis kuat-kuat, menarik atau mengisolasi diri, atau keduanya.
- Sedikit negatif : mencoba bertahan, menyimpan rasa takut dari minimal sampai sedang , nervus atau menangis.
- Sedikit positif : berhati-hati menerima perawatan dengan agak segan, dengan taktik bertanya atau menolak,cukup bersedia bekerja sama dengan dokter/perawat gigi.
- Sangat positif : bersikap baik dengan operator, tidak ada tanda-tanda takut, tertarik pada prosedur, dan membuat kontak verbal yang baik.
C. Perasaan Takut Anak Pada Perwatan Gigi
Pada anak, perkembangan fungsi penguasaan
diri, perkembangan emosi seperti rasa takut, maupun perkembangan
motoriknya belum berkembang sepenuhnya. Sehingga pada suatu perawatan,
perilaku anak masih sulit dikendalikan. (Hendrastuti,fajriani, 2003)
Rasa takut terhadap perawatan yang
dilakukan oleh dokter/perwat gigi, pada umumnya merupakan asumsi
pribadi. Ketidak tahuan penderita akan perawatan yang dilakukan oleh
dokter/perawat gigi, merupakan faktor utama untuk timbulnya rasa takut.
Selain itu pula, masih ada anggapan bahwa perawatan atau pengobatan gigi
ke dokter/perwat gigi merupakan hukuman penderita terhadap keadaan gigi
dan mulutnya yang buruk. Adanya asumsi diatas akan merupakan hambatan
untuk berobat gigi. (Heriandi Sutadi,1992)
Beberapa ahli melaporkan bahwa pada
umumnya rasa takut timbul akibat pengalaman perawatan gigi semasa
anak-anak. (Heriandi Sutadi,1992)
1. Sumber Rasa Takut Anak Dalam Perawatan Gigi
Sumber utama rasa takut dalam perawatan
gigi pada anak adalah riwayat medic yang telah dialami, kecemasan
maternal, dan kepeduliannya terhadap masalah gigi. Bagi seorang anak,
mungkin tidak ada bedanya antara seorang dokter umum dan dokter gigi,
karena mereka memakai baju putih yang sama. Rasa sakit pada kunjungan ke
dokter, di bayangkan oleh anak akan dialaminya saat berkunjung ke
dokter gigi. (Sri H Soemartono, 2003)
Pada anak yang sedang berkembang terutama
anak pra sekolah (3-5 tahun) mereka baru mulai memfomulasikan konsep
waktu dan diri (self) serta membedakan suasana hati mereka dengan
kejadian-kejadian eksternal. Anak belajar dari lingkungan dan keluarga
merupakan yang pertama kali berpengaruh terhadap sikap anak. Telah
dibuktikan bahwa, ada hubungan yang yang bermakna antara rasa takut itu
dan tingkah laku anak pada usia 3-7 tahun pada kunjungan pertama ke
dokter gigi.dan selanjutnya ada pula hubungan yang sangat bermakna pada
anak usia 3-4 tahun. Demikian juga dari saudara kandung, anak mulai
mendengar cerita mengenai hal-hal yang tidak menyenagkan tentang
perawatn gigi. Juga dari seluruh anggota keluarga, yang secara tidak
sadar membicarakan bagaimana mereka menerima perawatan gigi, yang
diikuti pula oleh anak yang belum pernah mempunyai pengalaman dalam
perawatan gigi. Pengalaman yang tidak menyenangkan dalam perawatan gigi
pada anak akan berpengaruh pula pada tingkah lakunya sehingga memerlukan
bwaktu untuk mengembalikan kepercayaannya. (Sri H Soemartono,2003)
Rasa takut pada seorang anak kebanyakan
terjadi pada kunjungan pertama ke dokter gigi tetapi pada umumnya anak
dapat mengontrol rasa takut ini dengan daya pikirnya seorang anak tidak
dapat mengontrol rasa takutnya sering disebabkan juga oleh sikap orang
tua yang salah sehingga menyebabkan rasa takut yang sudah ada sejak dari
rumah. Biasanya sikap seorang anak sering berubah-ubah dalam waktu
singkat, terkadang anak mau menerima perwatan gigi debgan baik tetapi
disaat lain menjadi tidak patuh, perubahan sikap ini biasanya
disebabkan keinginan seorang anak untuik menghindarkan diri dari rasa
sakit atau rasa tidak nyaman yang ditafsirkan sebagai sesuatu yang
menggangu kesenangannya. (Hendrastuti,fajriani, 2003)
2. Penyebab Rasa Takut Anak Dalam Perawatan Gigi
Pada umumnya penyebab rasa takut dalam
perwatan gigi pada anak timbul terutama pada alat yang dilihatnya, yang
sepertinya akan membuatnya merasa sakit. Itu situasi dan keadaan
lingkungan perawtan gigi sangat berpengaruh timbulnya rasa takut sebagai
contoh ruang tunggu yang pengap atau panas berbeda dengan ruang tunggu
yang adem sejuk dan nyaman. Kecemasan pasien anak terhadap perawatan
gigi sering kali timbul karena anak merasa takut berada di ruang praktik
dokter gigi. Ruangan praktik dokter gigi sebaiknya dibuat senyaman
mungkin sehingga anak merasa seperti di rumahnya sendiri. Ruangan
praktik tersebut dibedakan antara ruang tunggu dan ruang perawatan. Jika
tempat praktik tidak terbatas hanya untuk pasien anak-anak, salah satu
metode yang efektif diantaranya adalah dengan pembuatan ruang tunggu
yang dibuat sedemikian rupa khusus untuk anak. Membuat ruang penerimaan
yang nyaman dan hangat sehingga anak merasa tidak asing ketika
memasukinya, oleh karena itu dekorasi ruangan sangat memegang peranan
penting dan erat kaitannya dengan kondisi psikologis mereka.
Faktor lain yang seringkali menimbulkan
rasa takut pada perawatan gigi anak adalah keadaan lingkungan kamar
praktek, seperti bau obat-obatan, peralatan, bunyi bur atau mesin. Dan
pengalaman rasa sakit pada perawatan terdahulu sehingga anak akan takut
pada perawatan gigi selanjutnya. ( Hendrastuti, Fajriani, 2003).
Pasien biasanya mengatakan bahwa
ketakutan mereka sampai pada puncaknya ketika menunggu di ruang tunggu.
Menghadapi bayangan yang mungkin terjadi sering kali lebih buruk
daripada kejadian itu sendiri. Pasien biasanya mengatakan bahwa
ketakutan mereka lebih tinggi ketika menunggu di ruang tunggu daripada
ketika mereka sudah duduk di unit kursi gigi. (Arlette Suzy Puspa
Pertiwi, Yetty Herdiyati Nonong, Inne Suherna Sasmita, 2010).
Selain itu salah satu jawaban yang paling tepat mengapa orang takut
terhadap perawatan gigi adalah mengantisipasi penderitaan, karena rasa
sakit yang dialami. (G.G.Kent, A.S. Blinkhorn, 2005)
D. Penanganan Rasa Takut Pada Anak Dalam Perawatan Gigi
Pada saat anak memasuki ruang perawatan
gigi dengan sejumlah perasaan takut, hal yang pertama harus dilakukan
oleh dokter gigi adalah menempatkan anak senyaman mungkin dan
mengarahkannya bahwa pengalamannya ini bukanlah hal yang tidak biasa.
Jika tempat praktik tidak terbatas hanya untuk pasien anak-anak, salah
satu metode yang efektif di antaranya adalah dengan pembuatan ruang
tunggu yang dibuat sedemikian rupa sehingga anak merasa berada di
lingkungan rumahnya sendiri. Membuat ruang penerimaan yang nyaman dan
hangat sehingga anak merasa tidak asing ketika memasukinya, oleh karena
itu dekorasi ruangan sangat memegang peranan penting dan erat kaitannya
dengan kondisi psikologis mereka. (Arlette Suzy Puspa Pertiwi, Yetty
Herdiyati Nonong, Inne Suherna Sasmita, 2010)
Selain itu juga Yang harus dilakukan oleh
sorang dokter gigi bila berhadapan dengan pasien anak-anak dengan rasa
takut adalah menghilangkan rasa takut anak, tindakan yang dapat
mengurangi rasa takut itu antara lain, mengurangi ketakutan keluarga
pasien, ketakutan pasien sendiri, mengurangi keributan dan mengurangi
perasaan sakit. Hal ini dapat dilakukan dengan menciptakan hubungan yang
baik antara dokter dan pasien anak serta pengertian dari orang tua
anak.(Fajriani Hendrastuti,2003)
Untuk menghindari ketakutan anak,
perkenalkan anak dengan dokter gigi sedini mungkin.mulailah pada usia 6
bulan sampai 1 tahun dimana giginya sudah mulai tumbuh, ajak anak untuk
menemani orang tua untuk berkonsultasi dengan dokter gigi. Anak akan
merasa senang dan tidak takut jika dokter yang menanganinya menyenangkan
hati anak tersebut, terlihat ramah, murah senyum, sabar dan amu menyapa
anak dengan lembut. Jangan memaksa anak untuk pergi kedokter gigi
ketika suasana hatinya sedang tidak baik,pilih waktu yang tepat agar
anak merasa nyaman, tampak ceria, dan mau berbagi cerita.(Gracianti
Afrilina, Juliska Gracinia, 2006)
1. Peranan Orang Tua Terhadap Perawatan Gigi Anak
Orang tua sangat berperan pada perawatan
gigi anak, sikap yang masih sering dijumpai adalah orang tua jarang
sekali mengantar anaknya kedokter gigi untuk pemeriksaan rutin atau
sekedar untuk konsultasi, biasanya orang tua baru mengantarkan anaknya
kedokter gigi apabila ada keluhan atau anak sakit gigi. Sikap yang
demikian tentunya kurang menguntungkan sebab selain perwatannya lebih
sulit bagaimanapun juga menjegah lebih baik daripada mengobati.
(Fajriani Hendrastuti, 2003).
Dokter gigi perlu mengetahui beberapa
informasi mengenai kondisi anak kepada orang tuanya,serta mengamati
bagaimana hubungan anak itu kepada orang tuanya. Didikan orang tua
merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap perilaku anak menerima
perawatan gigi. Sikap orang tua yang berpengaruh pada anak terhadap
perawatan gigi antara lain : . (Fajriani Hendrastuti, 2003)
1. Orang tua yang otoriter
Sikap otoriter yang
ditunjukkan orang tua biasanya membuat seorang anak cenderung patuh,
bertingkah laku baik, ramah dan sopan. Sikap anak yang seperti ini akan
menerima perwatan dengan baik yang dilakukan oleh dokter/perawat gigi,
tetapi meskipun demikian dokter/perawat harus bersikap tidak menambah
ketakutan yang mungkin akan dialami anak serta mengingatkan orang tua
untuk bersikap netral.
2. Orang tua yang terlalu sabar
Orang tua yang menunjukkan
perhatian yang berlebihan kepada anak dan segala permintaan/kebutuhan
anak selalu dipenuhi,sehingga sikap yang seperti ini akan membuat anak
tidak mengalami perkembangan dalam reaksinya.perilaku anak akan menjadi
pemarah, tidak memiliki kontrol diri, mempunyai keinginan yang
berlebihan, menjadi lengah, dan tidak penurut. Sikap orang tua yang
demikian mengharuskan dokter gigi memberikan pengertian kepada orang tua
terhadap tindakan yang mungkin akan dilakukan dalam perwatan.karena
anak dengan orang tua seperti ini biasanya memiliki sikap menentang.
3. Orang tua yang terlalu melindungi
Sikap seperti ini membuat
anak akan mengalami keterlambatan dalam pematangan sosial dan
aturan-aturan sosial anak akan memiliki perasaan selalu dibawah, merasa
tidak berdaya, malu, dan sering merasa cemas. Bisanya orang tua yang
terlalu melindungi memiilki perasaan takut yang berlebihan untuk itu
dokter/perawat gigi harus memberi lebih banyak waktu untuk menjelaskan
hal-hal yng berhubungan dengan perawatan gigi.sebab jika rasa takut pada
orang tua berkurang akan mengurangi pada anak.
4. Orang tua yang lalai
Sikap ini menunjukkan
kurangnya perhatian orng tua terhadap kesehatan gigi anaknya. Biasanya
tipe orang tua seperti ini terlihat setelah kunjungan pertama dan saat
perjanjian kunjungan berikutnya anak tersebut tidak kembali. Hal lain
yang Nampak adalah penyuluhan dan motivasi-motivasi yang diberikan oleh
dokter/perawat gigi tidak dijalankan dengan baik.penyebab ini mungkin
diakibatkan oleh kesibukan orang tua sehingga anak menjadi kurang
perhatian.
5. Orang tua yang manipulatif
Orang tua yang suka bertanya
secara berlebihan, dalam hal perawatan gigi pertanyaan berkisar berapa
lama perwatan, proses mendiagnosis penyakit dan proses perawatan gigi.
Keingintahuan orang tua ini biasanya justru membuat anak semakin takut.
Dokter/perawat gigi harus mengatur situasi yang baik untuk berdiskusi
dengan orang tua agar mereka dapat mengerti dan mengenal prosedur
perwatan gigi dengan baik.
6. Orang tua yang suka mencurigai
Orang tua mempertanyakan
perlunya perawatan gigi, pertanyaan ini biasanya bukan karena
keingintahuan dari orang tua tetapi karena rasa ketidak percayaannya
terhadap dokter gigi.Pendekatan kejiwaan anak merupakan salah satu
solusi mengatasinya. Si buah hati yang terlanjur sudah trauma
membutuhkan kondisi kejiwaan yang stabil. Berikut ini tips yang biasa
dilakukan:
Ajak si buah hati berkomunikasi dan bermain peran. Si
buah hati bisa diajak bermain dokter-dokteran , di mana ia berperan
menjadi dokter. Di saat si buah hati memerankan dokter tersebut, yang
dianggap sosok menakutkan, ajaklah komunikasi dan yakinkan bahwa si buah
hati yang menjadi ‘dokter’ bukan tokoh yang menakutkan
- Belikan mainan yang berhubungan dengan peran dokter. Seperti stetoskop, baju dokter, dan lain- lain. Dengan menggabungkan langkah no 1, tentunya si buah hati akan lebih ‘familiar’ dengan dunia kesehatan. Pada akhirnya si buah hati menjadi tidak takut pada dokter.
- Belikan buku seri anak bercerita / mendongeng yang di dalamnya ada cerita tentang tokoh yang berani berobat ke dokter atau diperiksa oleh dokter.
- Buat si buah hati merasa aman dan nyaman saat berkunjung ke dokter. Misalnya ia diperkenankan membawa mainan kesukannya, memakai baju kesukaannya, atau sehabis berobat diajak ke tempat bermain/ makan kesukaannya.
- Tidak salah juga apabila si buah hati diajak menemani kakak/ saudara lainnya berobatsehingga ia biasa melihat dan mendapatkan informsi bagaimana menjaga kesehatan. Misalnya saat pergi ke dokter gigi, maka si buah hati mendapat pelajaran bagaimana cara menjaga giginya dan menjauhi permen
2. Penanganan Anak Secara Psikologis Oleh Dokter Gigi
Pada tahun 1959
addelston mengembangkan cara membentuk tingkah laku pasien sesuai dengan
yang diinginkan dibagi dengan 3 tahap yang dikenal dengan Tell-show-do
yang dikenal dengan TSD: (Sri H Soemartono 2003)
- Tell yaitu mengatakan kepada anak dengan bahasa yang biasa dimengerti oleh anak tersebut, tentang apa yang akan dilakukan. Dalam hal ini di jelaskan juga alat-alat yang mungkin akan digunakan. Setiap kali anak akan menunjukkan hal yang positif diberikan penghargaan .
- Show yaitu dilakukan jika anak telah mengerti apa yang telah diceritakan. Untuk ini diperlukan model yang pilih sesuai dengan tindakan apa yang akan dilakukan tanpa menimbulkan rasa takut. Bertindak sebagai model mungkin dokter/perwat giginya sendiri orang tua atau pasien lain. Pilihan lain misalnya model gigi, poster, film, rekaman video, dan alat-alat peraga yang lain. Pada waktu penyampaian dijaga agar tidak menimbulkan rasa takut pada anak. Gerakan yang tiba-tiba atau suara bor atau mesin lain
kadang-kadang mengejutkan anak,mengakibatkan anak menjadi takut.
1. Do yaitu tahap terakhir yang
dilakukan jika tahap show telah dapat diterima oleh anak pada tahap do
maupun show dilakukan sesuai dengan apa yang telah diceritakan maupun
ditunjukkan.
TSD dapat diterapkan pada anak
dengan sikap, umur, dan kemampuan yang berbeda-beda , Sebenarnya TSD
telah dilakukan kombinasi 3 cara untuk melakukan pendekatan yaitu :
reinforcement, modeling, desensitisasi. (Sri H Soemartono, 2003)
2. Reinforcement
Merupakan tindakan untuk menghargai
prestasi yang telah dicapai, agar prestasi tersebut diulang. Tindakan
ini berupa imbalan yang akan menguatkan tingkah laku anak yang di
inginkan pada waktu yang akan datang. Telah disepakati, bahwa dalam
teori belajar dalam perkembangan anak, perilaku yang ditunjukkan adalah
responnya terhadap imbalan dan hukuman dari sekitarnya. Bentuk imbalan
yang sangat penting adalah kasih saying dan persetujuan yang pertama
kali didapat dari orang tua dan kemudian dari teman sebaya. Imbalan
dapat pula dalam bentuk materi, imbalan sosial misalnya dengan senyuman,
belaian atau pujian. (Sri H Soemartono, 2003)
3. Modeling
Prinsip teknik ini adalah dengan
mengikutsertakan anak untuk mengamati anak lain menjalani perawatan dan
memperlihatkan tingkah laku yang baik selama perawatan gigi. Dapat pula
mempergunakan film atau video yang memperlihatkan hasil yang memuaskan
pada perawatan gigi anak.
4. Desensitisasi
Desensitisasi adalah suatu cara yang
paling sering digunakan oleh psikolog untuk mengatasi rasa takut.
Aplikasi desensitisasi dalam perawatan gigi anak yang pertama kali harus
diketahui adalah objek yang ditakuti. Apabila sudah diketahui dapat
disusun rangsangan yang menimbulkan rasa takut dan berdasarkan hal ini
dilakukan desensitisasi, dengan tahapan meembuat pasien merasa relaks,
dan membangun urutan rangsangan mulai yang paling rendah dan perlahan
memperkenalkan perawatan yang akan di berikan kepada pasien tersebut.
Tulisan di atas berbentuk Karya Tulis ilmiah, anda dapat mendownloadnya dengan mengklik nama di bawah ini, namun sebelum itu anda dapat like facebook kami sebelum mendownload. Filenya. makasih sebelumnya.
Tulisan di atas berbentuk Karya Tulis ilmiah, anda dapat mendownloadnya dengan mengklik nama di bawah ini, namun sebelum itu anda dapat like facebook kami sebelum mendownload. Filenya. makasih sebelumnya.