BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Upaya pembangunan pendidikan dalam gerak
pembangunan nasional merupakan suatu yang wajar dan harus tetap
dilakukan. Hal ini dilandasi pemikiran bahwa pendidikan merupakan faktor
strategis dalam menunjang keberhasilan pembangunan.
Pendidikan luar biasa, sebagai salah satu
bentuk pendidikan yang khusus mengenai anak-anak ber kelainan sebagai
objek formal dan materialnya dari berbagai jenis kelainan termasuk
anak-anak tunagrahita, secara terus-terus berupaya untuk meningkatkan
pelayanan dengan sebaik-baiknya. Bagaimanapun, sebagai warga negara
anak-anak tunagahita memiliki hak yang sama untuk mendapat pendidikan.
Pasal 5 undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan
nasional menyatakan, bahwa setiap warga mempunyai hak yang sama untuk
memperoleh pendidikan, yang diantaranya dalah anak-anak tunagahita.
Demikian pula pada pasal 8 ayat 1 dari undang-undang yang sama
menyebutkan, bahwa warga negara yang memiliki kelainan fisik dan/atau
mental berhak memperoleh pendidikan luar biasa adalah pendidikan yang
disesuaikan dengan kelainan peserta didik berkenaan dengan
penyelenggaraan pendidikan yang bersangkutan.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN DAN DEFINISI TUNAGRAHITA
Di mana-mana didunia ini, disamping ada
anak yang normal, ada pula anak dibawah normal dan diatas normal.
Beberapa anak lebih cepat belajar daripada anak yang lain, di samping
ada juga anak yang belajar lebih lamban dari teman seusianya. Demikian
pula perkembangan sosial anak, ada yang cepat, ada pula yang lebih
lamban dari anak normal. Anak-anak dalam kelompok di bawah normal
dan/atau lebih lamban daripada anak normal, baik perkembangan sosial
maupun kecerdasannya disebut anak terbelakang mental : istilah resminya
di Indonesia disebut anak tunagahita (PP No. 72 Tahun 1991).
Anak tunagahita adalah mereka yang
kecerdasannya jelas berada di bawah rata-rata. Di samping itu mereka
mengalami keterbelakangan dalam menyusahkan diri dengan lingkungan.
Mereka kurang cakap dalam memikirkan hal-hal yang abstrak, yang
sulit-sulit, dan yang berbelit-belit. Mereka kurang atau terbelakang
atau tidak berhasil bukan untuk sehari dua hari atau sebulan atau dua
bulan, tetapi untuk selam-lamanya, dan bukan hanya dalam satu dua hal
tetapi hampir segala-galanya, lebih-lebih dalam pelajaran seperti :
mengarang, menyimpulkan isi bacaan, menggunakan simbol-simbol,
berhitung, dan dalam semua pelajaran yang bersifat teroris. Dan juga
mereka kurang/terlambat dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Anak tunagahita banyak macamnya, ada yang
disertai dengan buta warna, disertai dengan kerdil badan, disertai
dengan berkepala panjang, di sertai dengan bau badan tertentu, dan
segalanya : tetapi ada pula yang tidak disertai apa-apa. Mereka semua
mempunyai persamaan yaitu kurang cerdas dan terhambat dalam menyesuaikan
dir dengan lingkungan jika dibandingkan dengan teman sebayanya. Mereka
mempunyai ciri-ciri khas dan tingkat tunagahitaan yang berbeda-beda,
ada yang ringan, sedang, berat, dan sangat berat.
Seorang dikatakan normal (rata-rata) jika
MA-nya sama hampir dengan CA-nya. Sedangkan apabila MA seorang
jelas-jelas di atas CA-nya maka anak tersebut tergolong anak cerdas (di
atas normal). Sebaliknya bila MA-nmnya jelas-jelas di bawah CA-nya maka
ia tergolong kecerdasannya terbelakang , dan jika disertai terbelakang
dalam adaptasi perilaku dengan lingkungan maka ia disebut anak
tunagahita sehubungan dengan keterbelakangan kecerdasan ini R.P mendey dan jhon wiles (1929 : 40).
Sebagai catatan bahwa seseorang yang
MA-nya jelas-jelas di bawah normal (IQ-nya 70 ke bawah) baru
dikategorikan tunagahita jika adaptasi tingkah lakunya pada lingkungan
juga dibawah usianya (CA-nya). Abraham levinson (Achmad, 1970 :
62-53) menggambarkan tentang perkembangan anak-anak yang tergolong
normal yang dapat digunakan sebagai bahan rujukan/perbandingan dalam
menentukan apakah seseorang anak mengalami hambatan adaptasi perilaku
atau tidak. Sebagaimana dapat dilihat pada tabel. I
Jika anak pada usia tertentu belum mampu
melakukan perbuatan (sesuai dengan tingkah CA-nya) sebagaimana di
gambarkan pada tabel I, maka anak tersebut mengalami hambatan dalam
adaptasi perilaku terhadap lingkungannya. Dengan kata lain, anak
tersebut dikategorikan tunagahita jika IQ-nya juga di bawah 70.
Terdapat perbedaan antara tunagahita
dengan skait mental, sakit jiwa, atau sakit ingatan. Dalam bahasa
inggris sakit mental disebut mental illness yaitu merupakan kegagalan dalam membina kepribadian dan tingkah laku. Sedangkan tunagahita dalam bahas inggris di sebut mentally retarded merupakan kurang berkembang serta kemampuan adaptasi perilakunya
terlambat. Hal ini yang membedakan tunagahita dengan sakit jiwa adalah :
tunagahita bermula dan berkembang pada masa perkembangan, yaitu sejak
anak lahir sampai kira-kira usia 18 tahun. Sedangkan sakit jiwa dapat
menyerang setiap saaat, kapan saja. Namun sekalipun sakit jiwa dan
tunagahita berbeda, tidak mustahil anak tunagahita menderita sakit jiwa.
B. KLASIFIKASI DAN PREVALENSI
Pengklasifikasian anak tunagrahita yang sudah lama dikenal ialah Debil untuk yang ringan, Imbesil
untuk yang sedang, dan Idiot untuk berat dan sangat berat.
P1ompokktunagrahita yang digunakan oleh kalangan pendidik di amerika
(American Education) ialah Educable Mentali Retarded, Trainable Mentally Retarded, dan Totally/Custodial Dependent
yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia : Mampu didik, Mampu latih,
dan Mampu rawat. Pengelompokan tunagrahita berdasarkan IQ menurut WHO
(Vivian Navaratman, 1987:403) yaitu : tunagrahita ringan dengan IQ
50—70, tunagrahita sedang dengan IQ 30—50, dan tunagrahita yang
berat/sangat berat dengan IQ kurang dari 30.
a. (menurut AAMD dan PP No. .72 Tahun
1) Tunagrahita ringan
Mereka yang termasuk dalam kelompok mi
meskipun kecerdasannya dan adaptasi sosialnya terhambat, namun mereka
mempunyai kemampuan untuk berkembang dalam bidang pelajaran akademik,
penyesuaian sosial, dan kemampuan bekerja. Dalam mata pelajaran akademik
mereka pada umumnya mampu mengikuti mata-mata pelajaran tingkat sekolah
lanjutan, baik SLTPLB dan SMLB, maupun di sekolah biasa dengan program
khusus sesuai dengan berat ringannya ketunagrahitaan yang disandangnya.
Program yang diterapkan hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan khusus
mereka. IQ anak tunagrahita ringan berkisar 50-70. Dalam penyesuaian
sosial mereka dapat bergaul, dapat menyesuaikan din dalam Iingkungan
sosial tidak saja pada lingkungan yang terbatas tetapi juga pada
lingkungan yang lebih luas, bahkan kebanyakan dan mereka dapat mandiri
dalam masyarakat.
Dalam kemampuan bekerja, mereka dapat
melakukan pekerjaan yang semi skill dan pekerjaan sosial sederhana,
bahkan sebagian besar dan mereka mandiri seluruhnya dalam melakukan
pekerjaan sebagai orang dewasa. Anak tunagrahita ringan seringkali tidak
dapat diidentifikasi serupai ini mencapai usia sekolah. Biasanya mereka
diketahui setelah mengikuti pelajaran di sekolah biasa selama satu atau
dun tahun karena kesukaran mereka dalam mengikuti pelajaran dan
penyesuaian diri dengan teman-temannya.
Prevalensi anak tunagrahita ringan kira-kira 75 % dari jumlah seluruh anak tunagrahita.
b. Klasifikasi menurut tingkatan IQ
Tabel 2
TERM
|
IQ RANGE FOR LEVEL
|
Mild Mental Retardition
Moderate Mental Retardition
Sevare Mental Retardition
Unspecified
|
50-55 Aporox, 70
35-40 to 50-55
20-25 to 35-40
Bellow 20 or 25
|
Tidak begitu berbeda dengan klasifikasi
di atas, Hebert (1977) yang menggunakan skala sistem penilaian WISC
(paye & patton, 1981 : 49)
- Mild (ringan) : IQ 55-70
- Moderate (sedang) : IQ 40-55
- Severe-Fropound (berat-sangat berat) : Di bawah 40
- Moderate (sedang) : IQ 40-55
- Severe-Fropound (berat-sangat berat) : Di bawah 40
c. Klasifikasi menurut tipe klinis
1) Dwon syndrom dahulu disebut mongoloid
Anak tunagrahita jenis ini disebut
demikian karena seo1ah-oIahTgnyerupai orang Mongol dengan ciri-ciri :
mata sipit dan miring : lidah tebal dan berbelah-belah serta biasanya
suka rnenu1ur keluar : telinga kecil : tangan kering : makin dewasa
kulitnya makin kasar ; kebanyakan mempunyai susunan gigi geligi yang
kurang baik sehingga berpengaruh pada pencernaan ; dan lingkar
tengkoraknya biasanya kecil. kebanyakan mempunyai susunan gigi geligi
yang kurang baik sehingga berpengaruh pada pencernaan ; dan lingkar
tengkoraknya biasanya kecil.
2) kretin
Dalam bahasa Indonesia disebut kate atau
cebol. Ciri-cirinya: badan gemuk dan pendek; kaki dan tangan pendek dan
bengkok; badan dingin kulit kering, tebal dan keriput; rambut kering;
lidah dan bibir tebal; kelopak mata, telapak tangan dan kaki, dan kuduk
tebal; pertumbuhan gigi terlainbat; serta hidung lebar. Penyebabnya
karena ada gangguan Hyphotyroid. Ketunagrahitaan yang disertai kelainan
mi dapat dicegah atau diatasi dengan yodium yang terdapat dalarn makanan
atau minuman, yang dewasa mi masyarakat mengenalnya dengan istilah
garam.
3) hydrocephal
Anak mi memiliki ciri-ciri: kepala besar;
raut muka kecil; tengkoraknya ada yang membesar ada yang tidak;
pandangan dan pendengaran tidak sempurna ; mata kadang-kadang juling.
Kondisi ini terjadi disebabkan oleh karena dua hal, yaitu cairan otak
yang berlebihan atau kurang, dan sistem penyerapannya tidak seimbang
dengan cairan yang dihasilkan. Jika hal tersebut terjadi sebelum lahir,
maka si bayi jarang lahir dalam keadaan hidup.
d. Klasifikasi Leo Kanner
Leo Kanner membedakan anak tunagrahita atas tiga golongan yaitu :
1) Absolute Mentally’ Retarded (tuna grahita absolut)
Yaitu seorang anak tunagrahita dimana pun
Ia berada. Maksudnya anak tersebut jelas-jelas tunagrahita baik kalau
ia tinggal di pedesaan maupun di perkotaan; di masyarakat pertanian
maupun masyarakat industri; di lingkungan keluarga, sekolah dan tempat
pekerjaan. Tunagrahita tipe ini pada umumnya adalah penyandang
tunagrahita sedang (terutama kelompok bawah), berat dan sangat berat.
2) Relative Mentally Retarded (tunagrahita relatif)
Yaitu anak tunagrahita hanya dalam
masyarakat tertentu saja. Misalnya di sekolah ia termasuk tunagrahita
tetapi di keluarga ia tidak termasuk tunagrahita. Tunagrahita tipe ini
pada umumnya adalah penyandang tunagrahita ringan.
3) Pseudo Mentally Retarded (tunagrahita semu)
Yaitu anak yang menunjukkan performance
(penampilan) sebagai penyandang tuhagrahita tetapi sesungguhnya ia
mempunyai kapasitas kemampuan. yang normal. Misalnya seorang anak
dikirim ke sekolah khusus karena menurut hasil tes kecerdasannya (IQ-nya
rendah, tetapi setelah anak mengikuti pendidikan di sekolah, ternyata
kemampuan belajar dan adaptasi sosialnya adalah normal, maka anak
tersebut bukanlah penyandang tunagrahita.
C. KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN ANAK TUNAGRAHITA
1. Karakteristik anak tunagrahita
James D. Page Suhaerni H.N : 1979 : 25
menguraikan karakteristik anak tunagrahita dalam hal : kecerdasan,
sosial, fungsi-fungsi mental lain, dorongan dan emosi, kepribadian dan
organisme.
Kecerdasan. Kapasitas
belajarnya sangat terbatas terutama untuk hal-hal yang abstrak. Mereka
lebih banyak belajar dengan cara membeo (rote learning) bukan dengan
pengertian. Dari hari ke hari dibuatnya kesalahan-kesalahan yang sama.
Perkembangan mentalnya mencapai puncak pada usia yang masih muda.
Fungsi-fungsi mental lain. Mereka
mengalami kesukaran dalam memusatkan perhatian. Jangkauan perhatiannya
sangat sempit dan cepat beralih sehingga kurang tangguh dalam menghadapi
tugas. Pelupa dan mengalami kesukaran mengungkapkan kembali suatu
ingatan. Kurang mampu membuat asosiasi-asosiasi dan sukar membuat
kreasi-kreasi baru. Yang agak cerdas. Biasan menyalurkan hasrat-hasrat
Re dalam lamunan-lamunan, sedang yang san berat lebih suka
“mengistirahatkan otak.” Mereka menghindar dari berpikir.
Dorongan dan Emosi, Perkembangan dan
dorongan emosi anak tunagrahita berbeda-beda sesuai dengan tingkat
ketunagrahitaan masing-masing. A yang berat dan sangat berat tingkat
ketunagrahitaannya. hampir-hampir 1. Memperhatikan dorongan untuk
mempertahankan diri. Kalau mereka/atau haus, mereka tidak menunjukkan
tanda-tandanya. Demikian pula mereka mendapat perangsang yang
menyakitkan hampir-hampir tidak men kemampuan menjauhkan dirinya dari
perangsang tersebut. Kehidupan emosinya lemah. Jika telah mencapai umur
belasan tahun dorongan biologisnya biasanya.
Organisme. Baik struktur maupun fungsi
organisme pada umumnya kurang dari anak normal. Mereka baru dapat
berjalan dan berbicara pada usia yang lebih tua dan anak normal. Sikap
dan gerak lagaknya kurang indah. Di antaranya banyak yang mengalami
cacat bicara. Mereka kurang mampu membedakan persamaan dan perbedaan.
Pendengaran dan penglihatannya banyak yang kurang sempurna. Anak yang
berat apalagi yang sangat berat ketunagrahitaannya kurang rentan dalam
perasaan sakit, bau yang tidak enak, dan makanan yang tidak enak.
Badannya relatif kecil seperti kurang segar. Tenaganya kurang; cepat
letih, kurang mempunyai daya tahan dan banyak tahan dan banyak yang
meninggal pada usia muda.
2. Karakteristik anak tunagrahita ringan
Anak tunagrahita ringan banyak yang
lancar berbicara tetapi kurang perbendaharaan kata-katanya. Mereka
mengalami kesukaran berfikir abstrak, tetapi mereka masih dapat
mengikuti pelajaran akademik baik di sekolah biasa maupun di sekolah
khusus sebagaimana telah diuraikan di muka. Pada umur 16 tahun baru
mencapai umur kecerdasan yang sama dengan anak umur 12 tahun, tetapi itu
pun hanya sebagian dari mereka. Sebagian tidak dapat mencapai umur
kecerdasan setinggi itu.
3. Karakteristik anak tunagrahita sedang
Anak tunagrahita sedang hampir tidak bisa
mempelajari-pelajaran-pelajaran akademik. Mereka pada umumnya belajar
secara membeo. Perkembangan bahasanya lebih terbatas daripada anak
tunagrahita ringan. Mereka hampir selalu bergantung pada perlindungan
orang lain, tetapi dapat membedakan bahaya dan yang bukan bahaya. Mereka
masih mempunyai potensi untuk belajar memelihara diri dan menyesuaikan
diri terhadap lingkungan, dan dapat mempelajari beberapa pekerjaan yang
mempunyai anti ekonomi.
4. Karakteristik Anak Tunagrahita berat dan sangat berat
Anak tunagrahita berat dan sangat berat
sepanjang hidupnya akan selalu tergantung pada pertolongan dan bantuan
orang lain. Mereka tidak dapat memelihara diri sendiri (makan,
berpakaian, ke WC. dan sebagainya harus dibantu). Pada umumnya mereka
tidak dapat membedakan yang berbahaya dengan yang tidak berbahaya, tidak
mungkin berpartisipasi dengan lingkungan di sekitarnya, dan jika sedang
berbicara maka kata-kata dan ucapannya sangat sederhana. Kecerdasan
seorang anak tunagrahita berat dan sangat berat hanya dapat berkembang
paling tinggi seperti anak normal yang berumur 3 atau 4 tahun.
D. FAKTOR PENYEBAB DAN PENCEGAHANNYA
1. Faktor penyebab
Cara lain Yang juga sering digunakan dalam pengelompokan faktor-faktor
penyebab ketunagrahitaan adalah
membaginya dalam 3 (tiga) gugus, yang jika disusun secara kronologis
adalah (1) faktor-faktor yang terjadi sebelum anak lahir (prenatal), (2)
Faktor-faktor yang terjadi saat dilahirkan (natal atau perinatal), dan
(3) faktor-faktor yang terjadi sesudah dilahirkan (postnatal). Perlu
diingat bahwa istilah prenatal, natal atau perinatal, dan postnatal,
bukanlah penyebab melainkan hanya waktu terjadinya penyebab. Pada gugus
prenatal tercakup hal- hal yang terjadi pada faktor keturunan dan yang
tidak terjadi pada faktor keturunan akan tetapi anak masih dalam
kandungan. Berikut ini akan dibahas beberapa penyebab ketunagrahitaan
yang sering ditemukan baik yang berasal dari faktor lingkungan.
2. Faktor pencegahan
Beberapa alternatif upaya pencegahan yang disarankan. Antara lain sebagai berikut :
a. Diagnostik prenatal,
yaitu suatu usaha yang di lakukan untuk memeriksa kehamilan. Dengan
usaha ini diharapkan dapat ditemukan kemungkinan adanya
kelainan-kelainan pada jamin, baik berupa kelainan kromosom maupun
kelainan enzim yang diperlukan bagi perkembangan janin. Seandainya
ditemukan adanya kelainan, maka tindakan selanjutnya diserahkan kepada
ibu hamil atau keluarganya atau pertimbangan-pertimbangan dan dokter
ahli dalam masalah tersebut.
b. Imunisasi dilakukan
terhadap ibu hamil maupun anak-anak balita. Dengan imunisasi ini dapat
mencegah timbulnya penyakit-penyakit yang mengganggu perkembangan
bayi/anak.
c. Tes darah, dilakukan terhadap pasangan-pasangan yang akan menikah untuk menghindari kemungkinan menurunkan benih-benih yang berkelainan.
d. Pemeliharaan Kesehatan,
terutama bagi ibu-ibu hamil. Hal ini terutama menyangkut pemeriksaan
kesehatan selama hamil, penyediaan gizi nutrisi serta vitamin yang
memadai, menghindari radiasi, dan sebagainya.
e. Program Keluarga berencana
diperlukan untuk mengatur kehamilan thn menciptakan keluarga yang
sejahtera baik dalam segi fisik manapun psikis. Keluarga kecil lebih
memungkinkan terbinanya hubungan fisik yang relatif lebih baik serta
terjaminnya kebutuhan fisik yang relatif lebih baik pula.
f. Sanitasi lingkungan,
yaitu mengupayakan terjaganya suatu lingkungan yang bersih dan sehat,
sehingga dapat mencegah timbulnya penyakit-penyakit yang membahayakan
perkembangan anak.
g. Penyuluhan genetik, yaitu suatu usaha
mengkomunikasikan berbagai informasi yang berkaitan dengan masalah
genetika dan masalah-masalah yang ditimbulkannya. ini dapat dilakukan
melalui media cetak, elektronik, maupun secara Iangsung melalui Posyandu
atau klinik-klinik kesehatan.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagai catatan bahwa seseorang yang
MA-nya jelas-jelas di bawah normal (IQ-nya 70 ke bawah) baru
dikategorikan tunagahita jika adaptasi tingkah lakunya pada lingkungan
juga dibawah usianya (CA-nya). Abraham levinson (Achmad, 1970 :
62-53) menggambarkan tentang perkembangan anak-anak yang tergolong
normal yang dapat digunakan sebagai bahan rujukan/perbandingan dalam
menentukan apakah seseorang anak mengalami hambatan adaptasi perilaku
atau tidak. Sebagaimana dapat dilihat pada tabel. I
Jika anak pada usia tertentu belum mampu
melakukan perbuatan (sesuai dengan tingkah CA-nya) sebagaimana di
gambarkan pada tabel I, maka anak tersebut mengalami hambatan dalam
adaptasi perilaku terhadap lingkungannya. Dengan kata lain, anak
tersebut dikategorikan tunagahita jika IQ-nya juga di bawah 70.
B. Saran
Dengan adanya makalah ini penulis sangat
mengharapkan hasil dari apa yang telah di susun dengan sedemikian rupa
ini dapat menjadi pengetahuan tambahan bagi para pembaca dan semoga apa
yang ada di dalam makalah ini dapat membantu pembaca dalam mengarang
atau menyusun suatu Karya Ilmiah Amin.
DAFTAR PUSTAKA
- Baker, Harry J (1955), Introduction to Exceptional Children, New York : The Me, Miliar Company
- Mohamad Amin dan Andreas Dwidjosumarto, 1979, Pengantar Pendidikan Luar Biasa, Jakarta : Depdibud.
- Mohamad amin, (1992), Pendidikan Luar Biasa Bagi Peserta Didik Yang Memiliki Kelainana Fisik Dan/Atau Mental, Medan : IKIP
- Muth. Jacob (1982), Special Education In West Germany, Bandung : FIp IKIP
- Oemar bakry (1983), Al-Qur`an : Tafsir Rahmat, Bandung : Angkasa
- Sunardi, (1992), mainstereaming salah satu alternatif penanganan pendidikan semua anak catat, Makalah Pada Seminar Nasional PLB di Indonesia, Bandung, Hispelbi.