Susan Blogs18| Hipertensi atau penyakit darah tinggi terbagi menjadi hipertensi primer atau esesnsial dan hipertensi sekunder. Pada hipertensi primer atau essensial, penyebab terjadinya hipertensi tidak diketahui secara pasti, sedangkan pada hipertensi sekunder dapat disebabkan oleh penyebab yang spesifik dan dapat diketahui dengan pasti. Pada kenyataan yang terjadi, hipertensi essensial memiliki porsi lebih besar dibandingkan hipertensi sekunder, yaitu lebih dari 90% dari kasus hipertensi yang terjadi.
Tekanan darah arteri adalah tekanan yang diukur di dinding arteri dan dinyatakan dengan milimeter merkuri (mmHg). Tekanan yang diukur adalah tekanan darah arteri sistolik dan diastolik, atau yang biasa disebut dengan istilah Sistolic Blood Pressure (SBP) dan Diastolic Blood Pressure (DBP). SBP dicapai selama jantung berkontraksi dan merupakan nilai atau keadaan puncak, sedangkan DBP dicapai setelah bilik jantung berkontraksi dan merupakan nilai nadir. Rata-rata tekanan arteri (MAP) adalah tekanan rata-rata sepanjang siklus jantung berkontraksi. Hal ini terkadang digunakan secara klinis untuk mewakili keadaan tekanan darah arteri secara keseluruhan. Tekanan darah arteri hemodinamik dihasilkan oleh interaksi antara aliran darah dan resistensi terhadap aliran darah. Ini didefinisikan secara matematis sebagai produk keluaran jantung atau cardiac output (CO) dan resistensi perifer total atau total peripheral resistance (TPR). CO adalah penentu utama dari SBP, sedangkan TPR sangat menentukan DBP. Pada gilirannya, CO berperan terhadap volume stroke, denyut jantung, dan kapasitas vena.
Data epidemiologi menunjukkan hubungan yang kuat antara tekanan darah dan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular. Risiko stroke, infark miokardial, angina, gagal jantung, gagal ginjal, atau awal kematian merupakan akibat dari gangguan kardiovaskular yang secara langsung berhubungan dengan tekanan darah arteri.Mekanisme pengaturan tekanan darah terdiri dari mekanisme humoral, regulasi neuronal, komponen autoregulasi perifer, mekanisme endotel vaskular, serta kesetimbangan elektrolit dan bahan kimia lain.
Beberapa
kelainan humoral terlibat langsung dalam perkembangan hipertensi essensial.
Mekanisme terjadinya hipertensi secara humoral dibagi menjadi 3 bagian meliputi
RAAS (Sistem Renin Angiotensin Aldosteron), hormon pelepas natrium (natriuretic
hormone), serta resistensi insulin dan hiperinsulinemia.
a. Sistem Renin Angiotensin
Aldosteron (RAAS)
Banyak faktor
yang menyebabkan kenaikan tekanan darah secara kumulatif dipengaruhi oleh
Renin Angiotensin Aldosteron System (RAAS), yang akhirnya berpengaruh
terhadap tekanan darah arteri. Namun obat-obat antihipertensi secara khusus
dapat mengontrol komponen RAAS tersebut secara selektif.
RAAS merupakan
sistem endogen yang kompleks yang terlibat dalam regulasi komponen di dalam
tekanan darah arteri, dimana aktivasi paling utama dipengaruhi oleh organ
ginjal yang berfungsi sebagai sistem ekskresi dan regulasi cairan yang ada di
dalam tubuh. RAAS berperan dalam pengaturan keseimbangan cairan elektrolit baik
secara intraselular maupun ekstraselular, seperti Na, K, dan cairan tubuh
lainnya. Oleh karena itu, sistem ini secara signifikan mempengaruhi aktivitas
pembuluh darah dan sistem saraf simpatik serta dapat mempengaruhi kontributor
pengaturan homeostasis di dalam tekanan darah.
Renin merupakan suatu enzim yang tersimpan dalam sel
juxtaglomerular, yang terletak di bagian arteriol aferen pada ginjal. Pelepasan
renin dari ginjal dimodulasi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor internal
seperti tekanan perfusi renal, katekolamin dan angiotensin II, serta faktor
eksternal berupa komponen cairan tubuh seperti kurangnya filtrasi Na yang
mencapai makula densa yang merupakan tubulus yang mempunyai sel-sel
termodifikasi, ion Cl pada cairan ekstraselular, dan cairan intraselular berupa
ion K.
Aparatus sel
juxtaglomerular di dalam ginjal berperan sebagai baroreseptor. Ketika terjadi
penurunan aliran darah dan tekanan arteri pada ginjal maka sel juxtaglomerular
akan merasakan rangsangan tersebut dan menstimulasi proses sekresi renin dari
ginjal. Selain itu penurunan jumlah ion Na dan Cl melalui tubulus distal juga
akan menstimulasi proses pelepasan enzim renin dari ginjal. Di dalam cairan
intraselular seperti K dan Ca ketika mengalami penurunan maka akan mempengaruhi
sistem homeostasis tubuh dan terdeteksi oleh sel juxtaglomerular yang memicu
pelepasan renin. Kemudian adanya rangsangan di dalam saraf simpatis oleh
katekolamin juga dapat mempercepat pelepasan renin.
Enzim renin
akan mengkatalisis angiotensinogen menjadi angiotensin I dalam darah, dimana 4
asam amino dari angiotensinogen akan dipecah sehingga terbentuk angiotensin I
di dalam darah. Kemudian ACE akan mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II
ketika mengikat reseptor yang lebih spesifik dimana terdapat 2 reseptor
spesifik di dalam tubuh manusia yaitu subtipe AT1 dan AT2. Reseptor AT1
terletak di bagian otak, ginjal, miokardium, vaskulatur periferal, dan kelenjar
adrenal. Reseptor AT1 bekerja dengan mempengaruhi respon-respon yang
sangat vital bagi fungsi sistem kardiovaskular dan ginjal. Sedangkan
reseptor AT2 terletak di bagian jaringan adrenal medular, rahim, dan otak.
Rangsangan dari reseptor AT2 tidak akan mempengaruhi regulasi pada tekanan
darah. Akan tetapi jika reseptor AT1 yang bekerja maka akan melepaskan 2 asam
amino dari angiotensin I ke angiotensin II, dimana angiotensin II ini menjadi
pemicu kenaikan tekanan darah di dalam tubuh. Angiotensin II dapat menyebabkan
vasokontriksi dan dapat merangsang pelepasan katekolamin dari medula adrenal
sehingga terjadi aktivasi dari saraf simpatik, kemudian angiotensin II juga
merangsang korteks adrenal untuk mensekresi aldosteron akibatnya terjadi
penyerapan kembali cairan-cairan yang ada di dalam tubuh seperti Na dan air
sehingga manifestasi dari aldosteron ini yaitu terjadi peningkatan volume
plasma, resistensi periferal total (TPR), dan akhirnya menyebabkan kenaikan
tekanan darah di dalam tubuh.
Jaringan
perifer akan menghasilkan angiotensin peptida secara lokal yang dapat
mempengaruhi aktivitas biologis seperti peningkatan resistensi pembuluh darah.
Selain itu angiotensin juga diproduksi oleh jaringan lokal yang dapat
menstimulasi regulator humoral dan pertumbuhan sistem endotelium yang
diturunkan untuk menstimulasi metabolisme dan pertumbuhan otot polos vaskular.
Sintesa dari angiotensin peptida dapat memicu peningkatan resistensi pembuluh
darah dalam bentuk renin plasma yang rendah pada hipertensi essensial. Secara
keseluruhan RAAS merupakan faktor penting dalam regulasi tekanan darah arteri,
oleh karena itu pengelolaan terhadap organ ginjal sangat penting dalam regulasi
cairan dan sistem ekskresi untuk menjaga sistem homeostasis tubuh agar tidak
terjadi pelepasan enzim renin, dan angiotensin I di dalam tubuh pun tidak akan
terkonversi menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang merupakan faktor
utama dari penyakit hipertensi, dan aktivitas sistem saraf simpatik pun akan
diimbangi dengan peranan asetilkolin oleh saraf parasimpatis.
b. Hormon Natriuretik
Ketika terdapat
hormon natriuretik di dalam sistem membran maka akan menghambat Na dan K ATPase
dan melawan gradien transport Na yang melewati seluruh membran sel.
Ketidakmampuan ginjal untuk mengeliminasi Na dapat menyebabkan retensi Na
sehingga terjadi peningkatan volume darah. Selain itu hormon natriuretik juga
dapat mempengaruhi penghambatan transport aktif pengeluaran ion Na yang
terletak di bagian arteriolar sel otot polos sehingga terjadi depolarisasi
dimana peningkatan permeabilitas membran terhadap Na dan konsentrasi Na di
dalam cairan intraselular meningkat yang akhirnya dapat meningkatkan denyut
nadi dan peningkatan tekanan darah arteri. Sehingga diperlukan suatu pengaturan
aktivitas Natriuretic Peptide (NP) di dalam tubuh manusia, dimana
aktivasi dari reseptor NPR A dan NPR B akan menyebabkan vasorelaksasi dari otot
vaskular sehingga akan terjadi vasodilatasi.
c. Resistensi Insulin dan
Hiperinsulinemia
Bukti terkait resistensi insulin
dan hiperinsulinemia dengan hipertensi terkadang disebut sebagai sindrom
metabolik. Peningkatan konsentrasi insulin dapat menyebabkan hipertensi karena
meningkatnya retensi natrium ginjal dan meningkatkan aktivitas sistem saraf
simpatik. Selain itu, insulin dapat sebagai hormon pertumbuhan seperti tindakan
yang dapat menimbulkan hipertrofi vaskular sel otot halus. Insulin juga dapat
mengangkat tekanan darah arteri dengan meningkatkan intraselular kalsium, yang
mengarah ke peningkatan resistensi pembuluh darah. Mekanisme resistensi insulin
dan hiperinsulinemia terjadi pada hipertensi essensial yang tidak diketahui
penyebabnya.
Regulasi neuronal melibatkan
aktivitas dari sistem saraf pusat dan saraf otonom yang meliputi saraf simpatis
dan saraf parasimpatis, dimana sejumlah reseptor dapat meningkatkan atau
menghambat pelepasan neurotransmiter berupa norepinefrin (NE) yang terletak di
permukaan presinaptik dari batasan simpatik. Adanya rangsangan dari reseptor α
presinaptik (α2) memberikan inhibisi negatif dalam pelepasan
neurotransmiter norepinefrin, sedangkan rangsangan dari reseptor β presinaptik
akan memediasi pelepasan lebih lanjut dari aktivitas neurotransmiter
norepinefrin di sistem saraf simpatis.
Pada sistem
saraf simpatis terdapat bagian preganglion – ganglion – pasca ganglion dimana
pada bagian pasca ganglion terdapat adrenergik yang melepaskan neurotransmiter
berupa norepinefrin (NE) dan epinefrin (Epi) yang dapat berinteraksi dengan sel
efektor. Pada norepinefrin terdapat reseptor α1, α2, β1, β2 dan β3 akan tetapi
aktivitas β2 sangat lemah sehingga peranan reseptor β2 untuk vasorelaksasi dari
otot polos tidak terlihat pada norepinefrin walaupun kemungkinan aktivitas ini
sama dengan epinefrin akan tetapi pada bagian epinefrin aktivitas β2 lebih
terlihat. Norepinefrin sering disebut sebagai agen vasokontriktor karena semua
reseptornya dapat memacu peningkatan kontraksi. Oleh karena itu perlu adanya
keseimbangan aktivitas antara saraf simpatik dan saraf parasimpatik untuk
regulasi komponen tekanan darah arteri.
Reseptor β1
terletak dibagian jantung dan sel juxtaglomerular ketika ada aktivasi dapat
meningkatkan sekresi renin, reseptor β2 terletak di otot polos seperti bronkus,
pembuluh darah, saluran cerna, otot rangka, dan hati adanya aktivasi reseptor
ini dapat menyebabkan vasorelaksasi otot polos. Sedangkan reseptor β3 terletak
pada jaringan lemak. Untuk reseptor α1 terletak di otot polos dan α2 di bagian
ujung saraf adrenergik ketika ada aktivasi kedua reseptor tersebut dapat
menyebabkan vasokontriksi kecuali pada otot polos di bagian usus mengalami
vasorelaksasi.
Adanya
rangsangan abnormalitas pada organ ekskresi ginjal dapat menyebabkan kerusakan
jaringan dan pemicu hipertensi. Ketika terjadi rangsangan yang berlebihan maka
akan menyebabkan kerusakan pada ginjal dalam mengekskresikan garam seperti
NaCl, sehingga terjadi pengulangan dari proses autoregulator jaringan, kemudian
terjadi peningkatan volume cairan dalam ginjal dan hasilnya tekanan darah
arteri akan meningkat.
Pada bagian
ginjal terdapat nefron yang berfungsi untuk memfiltrasi cairan yang masuk
melalui glomerulus dan memelihara tekanan darah melalui mekanisme adaptasi
volume tekanan, sehingga ketika tekanan darah dalam tubuh menurun maka ginjal
akan merespon dengan cara menaikkan penyimpanan dari cairan berupa air dan
garam. Hal ini dimaksudkan untuk memperbesar volume plasma dan cardiac
output (CO) dengan tujuan untuk memelihara kondisi homeostasis tekanan
darah.
Asupan oksigen
akan dipelihara oleh proses autoregulatori lokal sehingga oksigen yang
tersimpan pada jaringan cukup terpenuhi ketika ada permintaan di jaringan dalam
kondisi normal sampai rendah, akan tetapi arteri lokal relatif mengalami
vasokontriksi, kenaikan permintaan metabolik dapat memicu vasodilatasi arteri
dengan mekanisme ketahanan pembuluh darah perifer yang rendah dan terjadi
kenaikan aliran darah dan penghantaran oksigen melalui proses autoregulasi.
Pada mekanisme adaptasi renal, ketika terjadi kerusakan intrinsik dapat
meningkatkan volume plasma dan terjadi kenaikan aliran darah ke jaringan
perifer. Proses ini dapat mengakibatkan kenaikan terhadap ketahanan pembuluh
darah perifer dan jika berlangsung lama elastisitas dinding pembuluh akan
menurun dan mengalami penebalan dinding arteri, sehingga secara patofisiologi
penebalan pembuluh darah perifer merupakan indikasi dari pasien yang mengidap
penyakit hipertensi essensial atau primer.
Endotel vaskular dan otot polos
memegang peranan penting dalam regulasi aliran darah dan peningkatan tekanan
darah. Pengaturan ini dimediasi oleh substansi vasoaktif yang disintesis oleh
sel endotel. Endotelium akan mensekresi endotelin yang merupakan substansi
vasokontriksi, selain itu endotelin juga bisa dihasilkan oleh miosit kardiak
pada manusia. Endotelin terdiri dari tiga tipe, yaitu ET-1, ET-2 dan ET-3,
ketiganya berpotensi kuat untuk menyebabkan vasokonstriksi. ET-1 merupakan
bentuk yang paling sering terekspresi di antara famili endotelin lainnya. Dua
subtipe reseptor endotelin yang telah ditemukan pada miokardial manusia, yaitu
tipe A dan B. Reseptor ET(A) menimbulkan vasokonstriksi, proliferasi sel,
hipertrofi patologis, fibrosis dan peningkatan kontraktilitas, sedangkan ET(B)
berperan dalam menghilangkan efek ET-1, pelepasan Nitric Oxide (NO)
dan prostasiklin. Pelepasan ET dari sel endotel dapat ditingkatkan oleh
beberapa agen vasoaktif (NE, angiotensin II, trombin) dan sitokin.
Penelitian
berbasis populasi menunjukkan bahwa diet tinggi natrium berhubungan dengan
prevalensi stroke dan hipertensi. Sebaliknya, diet rendah natrium berhubungan
dengan prevalensi rendah hipertensi. Studi klinis telah menunjukkan secara
konsisten bahwa diet
pembatasan natrium menurunkan tekanan darah dalam jumlah banyak (tetapi tidak semua) terhadap pasien. Mekanisme yang menyebabkan kelebihan natrium pada hipertensi tidak diketahui. Namun, hal ini mungkin berhubungan dengan peningkatan sirkulasi hormon natriuretik, yang akan menghambat intraselular transportasi natrium, menyebabkan peningkatan reaktivitas vaskular dan meningkatnya tekanan darah.
pembatasan natrium menurunkan tekanan darah dalam jumlah banyak (tetapi tidak semua) terhadap pasien. Mekanisme yang menyebabkan kelebihan natrium pada hipertensi tidak diketahui. Namun, hal ini mungkin berhubungan dengan peningkatan sirkulasi hormon natriuretik, yang akan menghambat intraselular transportasi natrium, menyebabkan peningkatan reaktivitas vaskular dan meningkatnya tekanan darah.