Tuesday, November 24, 2009

MAKALAH EBIJAKAN PEMERINTAH RI SEHUBUNGAN PENGGUNAAN ASI EKSKLUSIF

1. PENDAHULUAN

Penggunaan Air Susu Ibu (ASI) di Indonesia perlu ditingkatkan dan dilestarikan. Dalam "pelestarian penggunaan ASI", yang terutama perlu ditingkatkan adalah pemberian ASI eksklusif, yaitu pemberian ASI segera (kurang lebih 30 menit setelah lahir) sampai bayi berumur 4 bulan dan memberikan kolostrum pada bayi (Depkes RI; 1992:15).

Bila kesehatan ibu setelah melahirkan baik, menyusui merupakan cara memberi makan yang paling ideal untuk 4--6 bulan pertama sejak dilahirkan, karena ASI dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi. Setelah ASI tidak lagi cukup mengandung protein dan kalori, seorang bayi mulai memerlukan minuman/makanan pendamping ASI (Evi Nurvidya Anwar, 1992:5).

Gambaran mengenai pemberian ASI pada bayi ditunjukkan dalam SKRT. SKRT tersebut menunjukkan bahwa pada bayi umur 0--2 bln yang mulai diberi makanan pendamping cair sebesar 21,2%; makanan lumat/lembik 20,1%; dan makanan padat 13,7%. Pada bayi berumur 3--5 bln, yang mulai diberi makanan pendamping cair sebesar 60,2%; lumat/lembek 66,2%; dan padat 45,5% (Badan Litbangkes - BPS, SKRT 1992:46).

Sementara itu, hasil penelitian di Jakarta menunjukkan bahwa para ibu memberi makanan pralaktal (susu formula dan madu) pada hari pertama atau hari kedua sebelum ASI diberikan, sedangkan yang menghindari pemberian kolostrum 62,6% (Unika-Atma Jaya 1990:15). Selain itu, hasil SDKI 1991 dan 1994 menunjukkan bahwa proporsi pemberian ASI eksklusif di pedesaan pada 1991 sebesar 54,9% dan menurun menjadi 48% pada 1994. Sedangkan di perkotaan pada 1991 sebesar 46,7% dan menurun menjadi 45,7% pada 1994 (Ratna Budiarso, 1995:84).

Sampai saat ini, telah banyak informasi yang menggambarkan tentang besarnya prosentase pemberian ASI eksklusif, tetapi belum banyak informasi yang menganalisis penyebab rendahnya pemberian ASI eksklusif. Oleh karena itu, rendahnya pemberian ASI eksklusif oleh para ibu masih perlu dipelajari, terutama yang berhubungan dengan latar belakang sosial ekonomi, sosial demografi, dan perawatan kesehatan waktu hamil serta melahirkan.

2. DEFINISI

Yang dimaksud dengan pemberian ASI Eksklusif, menurut Dr Utami Roesli, Ketua Lembaga Peningkatan Penggunaan ASI Sint Carolus, adalah bayi hanya diberi ASI saja tanpa makanan tambahan cairan lain. Misalnya susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa bantuan bahan makanan padat seperti pisang, pepaya, nasi yang dilembutkan, bubur susu, biskuit, bubur nasi, tim, dan lain sebagainya.

Kegunaan pemberian ASI Ekslusif ini tidak hanya diperoleh bayi, ibu yang menyusuinya pun akan mendapatkan keuntungan, yaitu, si ibu akan lebih cepat kembali ke berat badan yang normal, ini disebabkan adanya refleks prolaktin yang bisa mempercepat pengerutan rahim

3. PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF

Dalam upaya meningkatkan pemberian ASI eksklusif, yang terutama ditingkatkan adalah "Menyusui ASI Eksklusif". Menurut petunjuk Bina Gizi Masyarakat, pengertian ASI eksklusif adalah "hanya ASI sampai bayi berumur 4 bulan dan diberikan kolostrum" yang diberikan kepada anak <>

Dari definisi ini, telah diperoleh gambaran bahwa bayi yang <>

Proporsi pemberian ASI eksklusif di perkotaan dan pedesaan untuk umur bayi <>

Jumlah anak umur 0--4 tahun dalam keluarga tampaknya mendukung pemberian ASI eksklusif oleh para ibu. Hal ini didasarkan pada hasil uji regresi bahwa jumlah anak 1--2 dalam keluarga mempunyai pengaruh dibandingkan dengan keluarga yang tidak mempunyai 1--2 anak.

Berdasarkan umur, proporsi pemberian ASI eksklusif tampak cukup bervariasi dari umur <>

Sementara itu, proporsi pemberian ASI eksklusif berdasarkan kategori lokasi (di perkotaan, di pedesaan, di desa tertinggal, dan di desa tak tertinggal), tidak terjadi perbedaan yang cukup tajam. Hal ini kemungkinan terjadi karena pengaruh modernisasi di desa-desa sehingga para ibu kurang menyadari pentingnya pemberian ASI eksklusif. Di samping itu, telah terjadi peningkatan iklan susu buatan yang secara gencar memasarkan produk susunya sebagai pengganti ASI.

Dalam pemberian ASI ekslusif, walaupun ada kecenderungan bahwa yang pengeluaran rata-rata sebulannya tinggi, rata-rata pengeluaran untuk makan tinggi, dan penghasilan bersih dari pekerjaan utama tinggi, tampaknya tidak mempunyai pengaruh langsung pada kemungkinan pemberian ASI eksklusif. Hal ini terbukti dengan tidak adanya pengaruh yang bermakna pada menyusui ASI ekslusif dengan variabel pertolongan pertama/kedua waktu melahirkan, terpaparnya dari media radio, TV, serta membaca koran. Oleh karena itu, tampaknya masih diperlukan informasi dari sumber lain mengenai faktor-faktor yang menentukan ibu-ibu dalam menyusui ASI, khususnya ASI eksklusif.

4. KEBIJAKAN-KEBIJAKAN PEMERINTAH RI SEHUBUNGAN PENGGUNAAN ASI EKSKLUSIF

1. Inpres No.14/1975 Menko Kesra selaku koordinator pelaksana menetapkan bahwa salah satu program dalam usaha perbaikan gizi adalah peningkatan penggunaan ASI.

2. Permenkes No.240/1985 Melarang produsen susu formula untuk mencantumkan kalimat-kalimat promosi produknya yang memberikan kesan bahwa produk tersebut setara atau lebih baik mutunya daripada ASI.

3. Permenkes No.76/1975 Mengharuskan produsen susu kental manis (SKM) untuk mencantumkan pada label produknya bahwa SKM tidak cocok untuk bayi, dengan warna tulisan merah dan cukup mencolok.

4. Melarang promosi susu formula yang dimaksudkan sebagai ASI di semua sarana pelayanan kesehatan.

5. Menganjurkan menyusui secara eksklusif sampai bayi berumur 4-6 bulan dan menganjurkan pemberian ASI sampai anak berusia 2 tahun.

6. Melaksanakan rawat gabung di tempat persalinan milik pemerintah maupun swasta.

7. Meningkatkan kemampuan petugas kesehatan dalam hal PP-ASI sehingga petugas tersebut terampil dalam melaksanakan penyuluhan pada masyarakat luas.

8. Pencanangan Peningkatan Penggunaan ASI oleh Bapak Presiden secara nasional pada peringatan Hari Ibu ke-62 (22Desember1990).

9. Upaya penerapan 10 langkah untuk berhasilnya menyusui di semua rumah sakit, rumah bersalin dan puskesmas dengan tempat tidur.

5. KESIMPULAN

Pola pemberian ASI eksklusif pada bayi umur <>
Proporsi pemberian ASI ekslusif pada bayi berumur 2 bulan relatif cukup besar, baik di perkotaan maupun di pedesaan, dan mulai menurun pada umur tiga bulan.
Proporsi bayi yang menyusu ASI eksklusif mulai umur <>
Berdasarkan hal ini adanya hubungan antara sosial ekonomi, semuanya menggambarkan proporsi pemberian ASI eksklusif pada semua tingkatan yang relatif cukup besar dibandingkan dengan yang tidak eksklusif.
Faktor sosial ekonomi, demografi, pelayanan kesehatan, dan paparan media, yaitu umur bayi, tingkat pendidikan yang ditamatkan, dan jumlah anak 0--4 tahun dalam keluarga.

6. SARAN

Diperlukan penyuluhan yang intensif melalui komunikasi langsung oleh petugas-petugas kesehatan di desa: bidan desa, kader-kader Posyandu, dan dalam pertemuan instrumen kelompok ibu-ibu tentang ASI eksklusif.
Diperlukan penyuluhan yang rinci tentang cara-cara menambah makanan tambahan pada ibu-ibu untuk menjamin kecukupan gizi pada waktu menyusui.
Berhubung rendahnya pemberian ASI eksklusif kepada bayi berumur kurang 1 bulan dibandingkan yang berumur 1 bulan, diperlukan informasi lebih lanjut mengenai penyebab terjadinya hal ini.

DAFTAR RUJUKAN

1. Indonesia, Departemen Kesehatan, Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Dikjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat (1992). Pedoman Pemberian Makanan Tambahan Pendamping ASI (MP-ASI) Jakarta.

2. Evi NA (1992). Sudahkah Bayi Anda DIberi ASI? Warta Demografi, Th XXII, No.8, Agustus 1992, Jakarta: 5

3. Indonesia, Departemen Kesehatan, Badan Litbangkes-BPS (1992). Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Jakarta

4. Ratna LB (1995). Perubahan Perilaku Pemberian ASI di Indonesia. Majalah Kesehatan Perkotaan II (I), Jakarta:84